Manifest Kapal Amburadul, Klaim Asuransi Korban KMP Tunu Terancam

Manifest Kapal Amburadul, Klaim Asuransi Korban KMP Tunu Terancam

Rista Rama Dhany - detikFinance
Selasa, 08 Jul 2025 15:19 WIB
Form Klaim Asuransi Kesehatan.
Foto: Freepik
Jakarta -

Carut-marut data manifest penumpang dalam insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali berbuntut panjang. Ketidakakuratan manifest bukan hanya menghambat pencarian dan evakuasi korban, tetapi juga berpotensi menggagalkan klaim asuransi bagi keluarga penumpang yang tak tercatat.

"Manifest yang tidak akurat menjadi biang kerok terhambatnya pencarian korban dan rumitnya proses klaim asuransi. Masalah ini berakar dari regulasi Kementerian Perhubungan yang tidak tepat," kata Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono, di Jakarta, Selasa (8/7/2025).

Bambang menjelaskan, aturan yang berlaku saat ini masih merujuk Keputusan Menteri Nomor KM 58 Tahun 2003 yang kemudian diubah menjadi PM 66 Tahun 2019, tetapi hanya menyentuh tarif. Aturan ini tidak mewajibkan penumpang di dalam kendaraan membeli tiket individu, sehingga mereka tidak tercatat dalam manifest.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini jelas sangat merugikan masyarakat yang menjadi korban maupun keluarga korban," tegasnya.

Bambang juga mendesak Jasa Raharja tetap mengakomodasi klaim asuransi korban meski namanya tak tertera di manifest, serta meminta Menhub segera merevisi aturan agar ke depan setiap penumpang wajib bertiket.

ADVERTISEMENT

Ia pun menilai manifest kapal adalah aspek vital yang menentukan keselamatan pelayaran.

"Manifest itu penting dan menyangkut keselamatan publik karena pada saat kejadian kecelakaan alat keselamatan daripada kapal harus bisa mencukupi jumlah penumpang dan kru," ujarnya.

Selain masalah manifest, Bambang mengungkap persoalan tarif angkutan yang belum direvisi sejak 2019. "Ini mengakibatkan operator menemui ketidakmampuan untuk menutup biaya operasional sesuai standar keselamatan. Bila tidak direalisasi, sama dengan Kemenhub melanggar aturan dan membahayakan keselamatan konsumen," katanya.

Ia juga menyoroti faktor ODOL (over dimensi over load) yang diduga memicu cepatnya kapal terbalik. Menurutnya, kapal kehilangan stabilitas akibat muatan berlebih dan faktor alam yang memperparah situasi.

"Seharusnya truk ODOL bisa dicegah dengan cara pengenaan tarif berlipat pada tambahan berat atau panjang truk, seperti di Jepang. Ini untuk mendorong truk yang menggunakan kapal penyeberangan tidak memaksakan muatan berlebih," jelasnya.

Bambang meminta pencarian korban lebih ditingkatkan dengan melibatkan BPBD, Basarnas, TNI, Polri, nelayan, dan relawan, serta memberi perhatian pada trauma healing bagi keluarga korban dan penumpang yang selamat.

"Dan diharapkan bisa terinformasikan di keluarga korban yang masih setia menunggu 1 hari 1 kali. Juga perlu diusahakan penambahan tenaga trauma healing agar mereka tidak mengalami kesedihan dan trauma yang panjang," pungkasnya.

Lihat juga Video: KMP Tunu Pratama Dikendalikan Nahkoda Pengganti Sebelum Tenggelam

(rrd/rir)

Hide Ads