Rekening Nganggur Diblokir Dinilai Ganggu Ekonomi Rakyat

Rekening Nganggur Diblokir Dinilai Ganggu Ekonomi Rakyat

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 03 Agu 2025 10:30 WIB
Seorang nasabah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. sedang mengakses layanan mobile banking Bank BTN di Jakarta, Senin (19/7). Dalam rangka mendukung Pemerintah menekan laju penularan Covid-dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang masih terus diterapkan, Bank BTN mengoptimalkan layanan digital banking, seperti mobile banking, internet banking serta ATM. Bank BTN juga menambah fitur Cardless Withdrawal, dimana nasabah dapat melakukan transaksi tarik tunai tanpa kartu di ATM, serta QRIS, fitur yang memudahkan nasabah bertransaksi dengan memindai QR Code melalui aplikasi mobile banking BTN. Jumlah transaksi mobile banking Bank BTN tercatat melonjak hingga 52% yoy menjadi 65,62 juta transaksi pada bulan Juni 2021 atau naik dari 43,14 juta transaksi pada Juni 2020.
Foto: dok. Bank BTN
Jakarta -

Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening dormant alias rekening yang tidak aktif selama lebih dari tiga bulan menuai kritik. Langkah tersebut dianggap melanggar hak warga dan bisa mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat.

Peneliti lembaga riset The PRAKARSA, Ari Wibowo menilai kebijakan pemblokiran sepihak ini bertentangan dengan prinsip negara hukum. Ia menyebut tindakan tersebut bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.

"Pemblokiran tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap hak konstitusional dan hak asasi finansial warga negara, serta berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan," ujar Ari dalam keterangan tertulis, Minggu (3/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, status rekening dormant tidak bisa dijadikan dasar hukum pemblokiran. "PPATK memang memiliki wewenang untuk memblokir rekening jika ada indikasi tindak pidana seperti pencucian uang, namun status rekening dormant atau tidak aktif saja tanpa adanya indikasi pidana yang jelas tidak dapat menjadi dasar hukum pemblokiran," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Ari juga menyebut kebijakan itu bertentangan dengan beberapa aturan, seperti UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme, Peraturan PPATK Nomor 18 Tahun 2017 Pasal 12 ayat (2), serta Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023 Pasal 53 ayat (4). Regulasi tersebut, kata dia, mengatur bahwa pemblokiran rekening harus disertai dugaan tindak pidana yang kuat.

Kritik serupa disampaikan Ekonom The PRAKARSA Roby Rushandie. Menurutnya, pemblokiran ini berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat, terutama kelompok rentan seperti lansia, pekerja informal, hingga pensiunan.

"Kebijakan pemblokiran dormant yang tidak berhati-hati sudah menyulitkan masyarakat, apalagi beberapa yang terdampak yakni masyarakat pedesaan yang memang jarang bertransaksi karena keterbatasan infrastruktur," kata Roby.

Ia mendorong agar kebijakan tersebut dievaluasi secara menyeluruh. "Pemerintah agar mengevaluasi peraturan dan prosedur PPATK untuk memastikan tidak ada celah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan tindakan pemblokiran didasarkan pada proses hukum yang adil, termasuk putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," tegasnya.

Roby juga mendorong PPATK dan pihak perbankan lebih selektif dalam menerapkan blokir rekening. Ia mengusulkan agar rekening dormant diklasifikasi berdasarkan tingkat risikonya serta disertai notifikasi kepada nasabah sebelum diblokir.

"Supaya dikategorikan mana rekening-rekening dormant yang memiliki risiko tinggi disalahgunakan, agar tidak salah sasaran, selain itu hendaknya ada mekanisme pemberitahuan atau notifikasi bagi rekening yang akan diblokir, serta mekanisme reaktivasi yang tidak menyulitkan," pungkasnya.

(aid/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads