Payment ID Bisa Intip Transaksi Keuangan Masyarakat Bikin Heboh!

Payment ID Bisa Intip Transaksi Keuangan Masyarakat Bikin Heboh!

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 10 Agu 2025 10:22 WIB
Ilustrasi transaksi digital
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Payment ID bakal diluncurkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai inovasi baru dalam sistem pembayaran. Ini adalah sebuah sistem dengan kode unik yang digunakan untuk mencatat setiap transaksi pembayaran, dengan format yang menggabungkan NIK dan kode ID.

Singkatnya, sistem ini dapat membuat BI bisa mengintip data transaksi keuangan masyarakat. Sistem ini menjadi bagian dari rencana dalam pengembangan sistem pembayaran nasional melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.

Payment ID sendiri akan diluncurkan pada 17 Agustus 2025. Hal ini diungkapkan langsung oleh Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dudi Dermawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"17 Agustus nanti akan keluar yang namanya Payment ID. Payment ID ini sangat powerful," ujar Budi dikutip dari CNBC Indonesia.

Rencana kemunculan Payment ID pun membuat heboh. Di jagat maya X, banyak pihak yang mempertanyakan kemunculan Payment ID kaitannya dengan privasi keuangan hingga pajak. persoalan

ADVERTISEMENT

"17 Agustus 2025. BI akan meluncurkan Payment ID. Hal ini sangat parah... Gak ada privasi data keuangan.. Mereka (Pemerintah) bisa melihat asset kita dmn," cuit akun @ba******yu dilihat Minggu (10/8/2025).

"Pemerintah selalu selangkah kedepan tiap urusan penarikan pajak. Tapi urusan yang lain malah ribuan langkah dibelakang. Mending urusin pungli dulu tuh, biar sistem ekonomi dan investasi indo membaik," tulis akun @Le***********un.

Beberapa pihak juga ragu program Payment ID dapat berjalan dengan baik. Sebab, selama ini pemerintah dinilai gagap dalam urusan data dan digitalisasi pelayanan. Sistem Payment ID pun disebut-sebut bisa menimbulkan banyak masalah macam Core Tax yang diluncurkan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

"Jangan buru2 takut guys. inget ini Indonesia, bikin program beginian kayak yakin bener2 uda siap aja datanya bakal sinkron semua. selama kita ngurus apa2 masih dimintain copy ktp atau kk jangan berharap program beginian bisa jalan mulus. coretax yg kemarin2 aja zonk," tulis akun @ma***of.

Pegiat Perlindungan Konsumen, Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi juga mengamini masyarakat sebagai konsumen di Indonesia memang mulai resah dengan instrumen Payment ID yang mau diluncurkan. Dia menilai dengan instrumen Payment ID ini, Bank Indonesia akan mengontrol atau mendeteksi seluruh lalu lintas transaksi dan pembayaran masyarakat, baik transaksi via perbankan, e-wallet, e-commerse, dan lain-lain.

"Dengan instrumen Payment ID ini, Bank Indonesia akan menelanjangi seluruh lalu lintas transaksi perbankan dan dompet digital, tersebab semua transaksi itu akan terhubung dengan NIK masing-masing individu," kata Tulus Abadi dalam keterangannya.

Instrumen Payment ID juga dinilai berpotensi besar menabrak hak-hak warga negara, baik pada konteks pelanggaran rahasia perbankan, melanggar kenyamanan dan keamanan konsumen dalam bertransaksi, dan bahkan melanggar data pribadi nasabah.

"Dalam hal ini Bank Indonesia terlalu dalam memasuki ranah privat warga negara, dan oleh karena itu berpotensi melanggar hak asasi warga negara," lanjut Tulus.

Instrumen Payment ID patut diduga hanya dijadikan instrumen untuk menggenjot pendapatan pajak, namun ironisnya dengan mengorbankan hak asasi warga negara. Tulus melanjutkan instrumen macam Payment ID juga belum menjadi standar kebijakan internasional. Tercatat sejauh ini cuma 5 negara saja yang menerapkan hal serupa seperti Singapura, Swedia, India, Brasil, dan China.

Dia pun menyarankan agar Bank Indonesia jangan gegabah menerapkan instrumen Payment ID, hanya karena ingin menggali pendapatan pajak negara. Jika terkait penggalian potensi pendapatan pajak, pemerintah seharusnya bisa menyasar dari potensi pendapatan pajak dari pembayar pajak kelas kakap, baik untuk level korporasi, maupun kalangan kelas kakap individual.

"Bank Indonesia sebaiknya mengurungkan untuk menerapkan Payment ID tersebut. Instrumen ini hanya akan menggerus kepercayaan masyarakat di sektor perbankan dan berpotensi menggerus transaksi digital. Keberlanjutan ekonomi digital pun terancam, dan klimaksnya masyarakat dan bahkan negara justru dirugikan," pungkas Tulus.

Lantas, apa itu Payment ID?

Kembali ke Dudi Dermawan, dia menjelaskan Payment ID akan memberi otoritas kepada BI berupa kemampuan untuk melihat dan menganalisis profil keuangan setiap warga negara. Ini termasuk pendapatan dan belanjanya serta profil pajak dan investasinya.

Lebih jauh, sistem ini juga akan berguna dalam mendeteksi penipuan atau kecurangan keuangan (fraud). Bahkan, seluruh informasi dari berbagai akun bank atau platform keuangan yang dimiliki satu orang dapat disatukan dalam Payment ID.

Dudi menegaskan bahwa BI akan sangat berhati-hati dalam mengelola sistem ini. Ia pun memberikan contoh penerapan Payment ID dalam proses pengajuan kredit.

Dengan adanya Payment ID, bank dapat melakukan pengecekan kredit secara langsung. Misalnya, Bapak A mengajukan kredit ke Bank B, karena semua profil keuangan calon debitur ada di Payment ID, nantinya pihak bank tinggal mengirimkan pesan berisi pengajuan 'consent' di ponsel debitur.

"Nanti begitu saya klik OK, nanti Bank B akan nge-lead ke BI-Payment Info," ungkap Dudi.

Data keuangan yang muncul akan sangat lengkap, termasuk informasi dari e-wallet atau layanan pembayaran digital. Hal ini dimungkinkan karena kebanyakan layanan seperti GoPay, Shopeepay, dan OVO juga meminta NIK saat pendaftaran.

"Jadi kami (BI) akan melindungi semua pemilik dari Payment ID dan demikian juga menghindari penyalahgunaan dari pihak-pihak yang tidak kami inginkan," tegasnya.

Selain itu, nantinya, BI akan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) untuk memperkuat keamanan sibernya dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM).

(acd/acd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads