Pemerintah menerbitkan aturan mengenai tata cara pendanaan bagi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih atau Kopdes. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pinjaman Dalam Rangka Pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Aturan tersebut dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR bersama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau Bank BUMN, di Gedung DPR Jakarta, Kamis (21/8/2026). Pasalnya, belum ada mekanisme pasti pembiayaan yang disalurkan Himbara ke Kopdes.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) Hery Gunardi menjelaskan skema pembiayaan yang diberikan Himbara akan mengadopsi pola channeling, atau pembiayaan yang diberikan oleh mitra yang bertindak sebagai agen.
Hery menjelaskan, BRI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), telah memiliki 103 percontohan pembiayaan untuk Kopdes. Ia menekankan, Kopdes yang mengajukan pendanaan harus sudah memiliki model bisnis.
"Kita polanya itu adalah channeling. Jadi untuk menjalankan itu tidak ada biaya dana, tidak overhead cost. Tapi kita akan diberikan margin seadanya karena ini program pemerintah, kita akan bantu seperti itu," ujar Hery dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Hery menjelaskan awalnya pendanaan Kopdes akan menggunakan likuiditas dari perbankan dengan model seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun kemudian, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengubah skema tersebut menjadi channeling dengan tingkat suku bunga 6% dan dana pemerintah yang ditempatkan di Himbara.
Di sisi lain, besaran kredit yang disalurkan juga tergantung kriteria Kopdes tersebut. Hery menyebut, ada tiga kriteria Kopdes yang menerima pendanaan, yakni skala kecil, menengah, dan besar.
"Kecil, menengah, besar itu menentukan putaran modal kerja atau juga omset atau revenue," terangnya.
Sementara untuk risiko kredit telah ditanggung oleh dana desa sebesar 30% sejalan dengan PMK Nomor 49 Tahun 2025 dan Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Mekanisme Persetujuan Kepala Desa.
"Kemendes itu memberikan kesempatan dan juga merilis sekitar 30% dana desa itu bisa digunakan untuk meng-intercept kalau kooperasi tadi itu ada tunggakan. Nah itu modelnya seperti itu," jelasnya.
Hery menambahkan Himbara ingin membangun Kopdes yang telah memiliki modal untuk menjalankan bisnisnya. Selain itu, Himbara juga memastikan pengurus Kopdes tidak bermasalah.
"Kita tidak ingin koperasi itu macet. Tapi yang penting itu adalah bagaimana membangun kooperasi dengan modal awal itu ada bisnisnya. Kemudian yang kedua adalah pengurusnya. Selama ini kalau kita lihat sejarah koperasi sudah puluhan tahun di Indonesia bermasalah itu bukan apa-apa, karena pengurus ya," jelasnya.
"Manajernya memang harus capable, kemudian tata kelolanya harus ditegakkan dengan bagus, dan cara pembukuannya juga mesti rapi gitu ya. Nah ini memang peran kita dari perbankan tidak hanya modelnya nanti memberikan pinjaman modal kerja ya tapi juga mungkin ada namanya pendampingan," sambung Hery.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
(hns/hns)