Harga Bitcoin (BTC) kembali menguat pada perdagangan Desember. Harga BTC kembali menguat setelah sebelumnya merosot 17% di November kemarin. Berdasarkan data perdagangan CoinMarketCap, harga BTC hari ini menyentuh US$ 92.076 atau sekitar Rp 1,53 miliar (kurs Rp 16.659/US$).
Kenaikan harga BTC ini didorong sentimen dari manajemen aset Vanguard, yang membuka akses bagi 50 juta investor di ETF Bitcoin spot seperti IBIT milik BlackRock. Seiring dengan kebijakan tersebut,
Kebijakan baru ini langsung memicu lonjakan volume perdagangan ETF Bitcoin, yang dilaporkan mencapai sekitar US$ 1 miliar hanya 30 menit setelah pembatasan dicabut. Langkah ini dianggap sebagai sinyal adopsi institusional memasuki fase baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Bank of America juga memberi optimisme pasar dengan merekomendasikan porsi alokasi kripto sebesar 1%-4% dalam portofolio nasabahnya. Bank tersebut juga memberikan izin bagi 15.000 penasihat keuangan untuk merekomendasikan ETF Bitcoin kepada klien.
Sementara dari sisi transaksi, tercatat 40.000 BTC dilaporkan terserap oleh lembaga keuangan pada saat terjadinya penurunan harga beberapa waktu lalu. Namun, terjadi penurunan cadangan BTC di bursa.
"Kombinasi antara masuknya Vanguard, rekomendasi baru dari Bank of America, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed menciptakan apa yang bisa disebut sebagai 'perfect storm' bagi Bitcoin. Minat institusi kembali meningkat dan hal ini memberikan fondasi yang kuat untuk reli jangka menengah," ungkap Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (5/12/2025).
Namun menurutnya, kenaikan harga saat ini masih menghadapi tantangan teknikal penting, terutama di area US$ 93.000-US$ 95.000 yang sudah lama menjadi zona resistensi kuat. Pasalnya, pasar masih menunggu keputusan The Fed memangkas suku bunganya.
Pasar saat ini masih berasumsi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 87% pada pertemuan 9-10 Desember mendatang. Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter biasanya meningkatkan daya tarik aset berisiko seperti kripto, terutama di tengah pelemahan dolar AS dan meningkatnya likuiditas global.
"Meskipun harga bergerak kuat, pasar belum sepenuhnya pulih dari tekanan besar di November. Level US$ 93.000 hingga US$ 95.000 adalah resistance kritis. Jika gagal ditembus, Bitcoin sangat mungkin terkoreksi kembali ke area US$ 88.000, terutama menjelang FOMC yang selalu membawa volatilitas tinggi," jelasnya.
Peluang Bitcoin Kembali ke US$ 100.000
Dari sisi teknikal, BTC harus bertahan di atas US$ 93.000 untuk membuka peluang menuju US$ 100.000 atau sekitar Rp 1,66 miliar. Namun sebaliknya, jika harga BTC turun di bawah US$ 88.000, peluang BTC ke pola bearish jangka menengah di level US$ 82.000.
Fyqieh juga menyebut, beberapa hari ke depan akan menjadi sangat penting bagi struktur pasar kripto. Hal ini sejalan dengan sinyal kebijakan ketat dari The Fed.
"Level US$ 100.000-US$ 102.000 akan menjadi pertempuran besar berikutnya. Jika Bitcoin mampu bertahan di atas US$ 93.000 setelah rilis FOMC, peluang menuju US$ 100.000 di bulan Desember sangat terbuka. Namun sinyal hawkish dari The Fed dapat membawa BTC turun ke US$ 88.000 atau bahkan menguji ulang US$ 82.000. Investor harus sangat disiplin dalam manajemen risiko," pungkasnya.
Lihat juga Video: Harga Bitcoin Sentuh Rp 1,8 M, Apa Penyebabnya?











































