Kendati demikian, berbagai alasan tersebut justru kerap membuat pengeluaran masyarakat meningkat karena tidak mampu me-manage keuangan mereka. Bahkan tak jarang membuat tagihan ikut bengkak. Kondisi tersebut yang kemudian membuat perencana keuangan akhirnya buka suara.
"Pada dasarnya Ramadan itu kan waktu dimana kita harus menahan diri termasuk di keuangan sebenarnya. Tapi menahan diri juga bukan berarti kita enggak belanja sama sekali. Justru membuat kita mencoba untuk mengatur apa yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan kita. Mana yang harus kita dahulukan," ungkap Perencana Keuangan Finansia Consulting, Eko Endarto kepada detikFinance, Minggu (28/05/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya sederhana, pengeluaran itu ada tiga, kewajiban, kebutuhan dan keinginan. Kewajiban itu pengeluaran yang tidak bisa ditunda dan digantikan jadi harus dikeluarkan seperti biaya listrik, anak sekolah. biasanya orang mengutamakan itu," jelasnya.
Sementara itu kebutuhan yang dimaksudnya, merupakan sesuatu yang harus dikeluarkan tapi bisa digantikan. Seperti kebutuhan makan sehari-hari di mana menunya sendiri bisa disesuaikan dengan jumlah pemasukan kita.
"Katakanlah makan. Itu harus dikeluarkan. tapi makan seperti apa itu kita yang atur," ujarnya.
Sedangkan yang terakhir keinginan, Eko mengilai keinginan merupakan pengeluaran yang tidak harus dikeluarkan dan bisa digantikan. Seperti kegiatan buka bersama atau kegiatan bakti sosial lain. Meski tidak ada batasan baku mengenai hal ini, namun besaran pengeluaran untuk kegiatan tersebut juga bisa disesuaikan.
"Sebenarnya tidak ada batasannya. Jadikan Ramadan ini seperti biasanya. Kalau di hari biasanya bisa (makan) cukup dengan penghasilan yang ada, Ramadan juga harusnya cukup. Kecuali ketika mendekati lebaran, harga kebutuhan naik, itulah kenapa pemerintah kasih THR," terangnya. (dna/dna)