Menahan keinginan berbelanja bukanlah sebuah hal mudah. Apalagi, saat ini godaan untuk belanja gencar sekali diberikan kepada kita para konsumen melalui berbagai lini. Jika dulu godaan belanja hanya datang melalui iklan di televisi, koran, atau flyer dan banner yang kita lihat saat jalan-jalan ke pusat perbelanjaan.
Saat ini, godaan datang langsung dalam genggaman tangan kita tak peduli di manapun berada. Baik itu melalui timeline di media sosial, iklan di situs yang dikunjungi, email, sms, bahkan dalam aplikasi yang kita gunakan dalam keseharian kita. Bentuknya bisa ajakan belanja, penawaran cashback, potongan harga, dan lain sebagainya.
Tak jarang, godaan itu membuat kita menggerakkan jari untuk membuka aplikasi belanja, pilih-pilih barang, pesan berapa banyaknya yang diinginkan, membandingkan ongkos kirim, dan kemudian transfer. Tidak sadar, dalam hitungan hari bahkan jam, paket datang ke rumah kita. Kalau barangnya dibutuhkan sih nggak masalah, apalagi jika ada diskon, cashback, bonus buy one get one. Tapi permasalahan timbul jika kamu ternyata nggak terlalu butuh barangnya, atau malah gak butuh!. Artinya kamu keluar uang untuk sebuah hal yang sia-sia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anyway, mau butuh atau nggak terlalu butuh barangnya, saat paket datang, timbul sebuah kebahagiaan karena barang yang telah kita pesan diterima dengan cepat dalam genggaman dengan kondisi yang baik. Betul ya?
Namun kebahagiaan yang timbul tersebut tidak akan bertahan lama jika barang yang kamu beli tak kamu butuhkan. Karena perlahan, akan hadir beberapa permasalahan. Pertama, barang menumpuk di rumah tidak karuan, dan masalah kedua, cash flow bulanan menjelang akhir bulan yang mengkhawatirkan. Bahkan mungkin, tidak perlu menunggu akhir bulan, permasalahan cash flow ini sudah timbul di pertengahan bulan. Permasalahan itu adalah tak adanya cukup uang untuk memenuhi kebutuhan karena telah terpakai untuk belanja barang yang tak direncanakan.
Bila sudah masuk pada tahap itu, pilihannya hanya dua: "mengencangkan ikat pinggang" sekencang-kencangnya, atau berutang untuk punya kemampuan mempertahankan gaya hidup tetap sama sampai tanggal gajian.
Jika kamu memilih untuk "mengencangkan ikat pinggang" alias berhemat, selamat! Artinya kamu punya tanggung jawab atas kekeliruan yang sudah kamu lakukan di awal bulan dengan mengambil konsekuensi untuk menahan diri di akhir bulan. Tapi jika kamu memilih berutang untuk mempertahankan gaya hidup, baik itu menggunakan kartu kredit, paylater, KTA, atau utang apapun itu, waspadalah! Karena langkah yang kamu ambil mendekatkan kamu pada kondisi keuangan yang makin berantakan.
Meminjam sendiri butuh keahlian dan hitung-hitungan yang matang. Belum lagi harus tahu rasio keuangan. Semua itu bisa dipelajari dengan belajar mengelola keuangan secara sederhana seperti ikutan disini www.bit.ly/UANG321 . Dan kalau mau yang lebih lengkap dengan informasi produk keuangan yang banyak dibahas disini https://bit.ly/30Bm2yO .
Kamu bisa melakukannya dengan belajar perencana keuangan bersertifikasi secara online secara mandiri (self study), mudah, terjangkau dan bisa belajar sesuai waktu kita. Untuk info-info kelas secara online (self study) baik yang gratisan ataupun biaya terjangkau sekali, bisa dilihat disini http://bit.ly/IARFC-Online . Atau kalau mau belajar investasi saja kamu bisa ikutan belajar tentang investasi reksadana disini www.bit.ly/CUAN321 .
Lalu, bagaimana kalau kamu tetap memutuskan untuk mengambil pinjaman? Apa yang harus dilakukan dan diperhatikan? Kita akan bahas di artikel berikutnya ya.
(fdl/fdl)