Dalam dunia investasi, terutama saham ada istilah dollar cost averaging (DCA). Perencana Keuangan Senior Aidil Akbar Madjid menjelaskan, DCA adalah metodologi pembelian produk investasi secara rutin setiap periode.
Nah, DCA ini ternyata dinilai sangat cocok bagi investor pemula. Pasalnya, dengan DCA maka investor pemula tak membutuhkan modal besar untuk berinvestasi di sebuah saham perusahaan. Dengan DCA, investor membeli saham suatu perusahaan dengan mencicil, misalnya setiap bulan investor pemula membeli 1 lot saham. Dengan pembelian rutin, maka aset investor tersebut bertambah.
"Jadi investasi saham secara berkala. Misalnya orang beli saham blue chip, dia beli tiap bulan satu lot, terus dia kumpulkan selama 5 tahun," kata Aidil kepada detikcom, Sabtu (23/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan trader, investor yang menggunakan metode DCA akan tetap membeli saham ketika harganya jatuh. Justru, dengan cara itu maka sang investor akan mengurangi kerugian atas modal yang dikeluarkan untuk membeli saham itu.
"Kalau investor, (nilai sahamnya turun), oh nggak apa-apa, uangnya nggak saya pakai kok, masih 5 tahun lagi, dia tambah lagi uangnya di bawah, supaya kerugian dia turun. Kalau ruginya Rp 1.000/lembar, dengan dia beli lagi di bawah, maka ruginya jadi Rp 500/lembar, jadi turun ruginya karena dia beli di harga yang lebih murah, itu namanya DCA," tutur Aidil.
DCA dianggap dengan metode yang lebih rendah risikonya ketimbang membeli saham dalam jumlah yang sekaligus besar (lump sum). Selain itu, DCA juga bisa menumbuhkan kedisiplinan untuk investasi, serta dapat disesuaikan dengan kemampuan sang investor.
Akan tetapi, untuk berinvestasi di saham meski dengan cara mencicil, investor pemula harus memahami risiko tinggi di pasar saham. "Saham itu produk investasi, berarti ada risiko," tegas Aidil.
Baca juga: Punya Bitcoin Tanpa Risiko, Emang Bisa? |
Oleh sebab itu, sangat disarankan investasi di pasar saham dilakukan apabila sang investor sudah memiliki perencanaan keuangan. Artinya, investor pemula tersebut sudah punya perhitungan anggaran yang dialokasikan di masing-masing kebutuhan setiap bulannya. Jika penghasilannya per bulan masih ada dana menganggur meski sudah melakukan alokasi anggaran untuk pos-pos kebutuhannya, maka dana itu bisa digunakan untuk berinvestasi.
"Kalau dia sudah melakukan financial planning secara full, dia sudah punyaemergency fund(dana darurat), punya asuransi, cashflow bagus, kemudian dia sudah punya tujuan keuangan, maka dia bisa masuk ke saham sebesar 100% dari dana yang memang dialokasikan dari investasi," tutup Aidil.
(vdl/eds)