Maraknya kasus robot trading yang merupakan penipuan ini, membuat Bappebti tak tinggal diam. Kini mereka sedang mengkaji aturan hukum untuk investasi robot trading.
Hal ini karena aktivitas investasi bodong yang sering menggunakan robot trading sebagai kedok makin meresahkan di kalangan masyarakat. "Robot trading itu sebenarnya tidak ada trading-nya, hanya skemanya ponzi," kata Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itulah Bappebti sedang menyusun regulasi untuk mengatur aktivitas robot trading ini. "Jadi betul ada kekosongan hukum, betul, karena sampai sekarang kita belum ada yang mengatur mengenai robot trading, dan kita sedang melakukan kajian. Saya setuju tadi memang selalu regulasi itu lebih lambat dibandingkan perkembangan teknologi. Karena perkembangan teknologi ini kan perkembangannya hampir eksponensial, kita agak sulit mengejar tapi paling tidak kita coba tidak ketinggalan untuk robot trading," jelasnya.
Tak cuma Bappebti, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga sedang memantau berbagai robot trading bermodus investasi. Kepala PPATK Ivan Yustiavananda mengungkapkan PPATK sedang berdiskusi terkait kasus tersebut.
Cerita Korban Robot Trading
Salah satu korban robot trading platform Fahrenheit Chris Ryan mengungkapkan jika dia bersama ratusan orang lain telah rugi hingga triliunan rupiah. Awalnya Ryan mengaku aktivitas trading masih aman karena masih mencatatkan profit.
Namun akhir Januari platform itu dihentikan karena sedang mengurus perizinan dan harus dibekukan. Kemudian 7 Maret 2022 para trader ini ingin beraktivitas lagi namun terus-terusan minus hingga uangnya terkuras. Investasi mulai dari US$ 500 hingga US$ 1,5 juta.
"Selama satu jam me-margin call-kan, me-loss-kan, semua investasi hilang dan itu diduga sampai Rp 5 triliun," tutur Chris Ryan.
Sebelum Fahrenheit tahun lalu Sunton Capital juga membuat heboh. Salah satu korban menceritakan jika dia menyetorkan US$ 2.000 untuk trading. Komoditas yang digunakan saat itu oil sampai silver.
Dia menyebutkan, setelah member tidak bisa melakukan withdrawal, seluruh transaksi dihentikan dan tidak ada penjelasan. "Abis itu kabur, sebelumnya ada penjelasan ini drama sekali, leader saya sempat bilang habis trading coba WD ya, tapi gimana orang sudah di-margin call. Mereka itu jago banget mainin psikologi," ujar dia.
Untuk skema pendaftaran, Sunton meminta untuk mengajak downline dan akan mendapatkan komisi dari setiap tradingnya. Jadi broker bisa mendapatkan komisi dari setiap transaksi.
Berikutnya robot trading MarkAI juga menelan banyak korban. Saat itu MarkAI memblokir akses penarikan dana milik investor hingga membuat website down dan customer service tak bisa dihubungi.
Salah satu korban MarkAI, Shella menyebutkan sistem yang digunakan di MarkAI adalah penyewaan robot selama 30 hari dengan harga Rp 31 ribu sampai Rp 7,75 juta. Modal kerja yang dibutuhkan adalah US$ 30 atau Rp 465 ribu ngiia US$ 10 ribu atau sebesar Rp 155 juta.
Dalam tabel rencana keuangan Mark AI ini menggunakan patokan dolar AS yang perhitungannya 1 dolar sama dengan Rp 15.000. Padahal dari data Jakarta Interbank Spot dollar Rate (Jisdor) saat ini dolar Rp 14.080.
Masih ada kok investasi lain yang juga bisa kasih cuan sambil rebahan. Baca di halaman berikutnya.
Simak Video "Video: BKPM Catat Investasi Rp 2 Ribu T Gagal Masuk RI di 2024, Kenapa?"
[Gambas:Video 20detik]