Mengintip Nasib Saham Dua Emiten yang Diguncang Badai PHK!

Mengintip Nasib Saham Dua Emiten yang Diguncang Badai PHK!

Almadinah Putri Brilian - detikFinance
Senin, 28 Nov 2022 07:00 WIB
Ilustrasi PHK
Foto: Ilustrasi PHK (Tim Infografis: Zaki Alfarabi)
Jakarta -

Sebanyak dua emiten di pasar modal tiba-tiba mengumumkan aksi efisiensi dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kedua emiten itu yakni PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk dan PT Tri Bayan Tirta (ALTO).

GoTo mengumumkan PHK terhadap 1.300 karyawannya atau sebanyak 12% dari total karyawan tetap Grup GoTo di semua negara tempat perusahaan beroperasi. GoTo sendiri beroperasi bukan hanya di Indonesia tapi juga di Singapura, Vietnam dan Thailand.

Sementara produsen air minum kemasan Alto mengumumkan PHK terhadap 145 orang karyawannya. Alasannya karena perusahaan menyetop kegiatan operasional salah satu pabriknya yang berlokasi di Sukabumi, Jawa Barat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menarik untuk membahas nasib saham dari dua emiten yang melakukan PHK baru-baru ini tersebut. Sebab efek yang ditimbulkan dari pengumuman PHK tersebut terhadap sahamnya berbeda-beda.

1. GoTo

Pada perusahaan secara resmi mengumumkan PHK di 18 November 2022 saham GoTo sempat naik ke level Rp 222. Saham GoTo beberapa hari sebelum pengumuman itu juga sudah dalam tren penguatan. Pada 10 November 2022 saham GoTo masih berada di level Rp 188.

ADVERTISEMENT

Menurut Praktisi Pasar Modal Lanjar Nafi saham GoTo memang sudah naik sejak 11 November 2022. Tepat saat itu rumor tentang GoTo hendak melakukan PHK sudah mulai tersebar.

Jika melihat pergerakan saham itu, artinya keputusan efisiensi yang dilakukan GoTo disambut baik oleh investor pasar modal. Ada kepercayaan dari pemegang saham bahwa jika GoTo melakukan PHK akan membuat kinerja keuangan perusahaan lebih baik.

"Karena melihat secara telisik fundamental ini strategi yang berani dan bisa dibilang harus dilakukan untuk menjaga performance-nya," terangnya kepada detikcom.

Menurut Lanjar pun menjelaskan sebenarnya untuk GoTo secara fundamental memiliki pendapatan yang terbilang tinggi, bahkan diramal sangat baik di 2022. Tapi kenaikan revenue juga diiringi dengan kenaikan dari sisi beban. Ujungnya kerugian bisa semakin besar.

"Kalau saya lihat, beban dari marketing, promosi, admin, dan beban dari bunga itu cukup besar. Sehingga mau nggak mau dengan adanya tren kenaikan tingkat suku bunga saat ini terjadi di Indonesia membuat pemangkasan dari revenue tadi cukup besar sehingga bottom line atau laba bersihnya mereka mengalami kenaikan rugi," terangnya.

Jika dilihat dari laporan keuangan GoTo hingga kuartal III-2022 pendapatan bersih perusahaan memang naik signifikan dari Rp 3,4 triliun di periode yang sama di 2021 menjadi Rp 7,9 triliun.

Tapi memang benar pos beban-beban GoTo meningkat signifikan. Paling besar adalah kenaikan dari sisi beban penjualan dan penasaran dari Rp 4,7 triliun jadi Rp 11,27 triliun. Beban umum dan administrasi juga naik dari Rp 5,1 triliun jadi Rp 8,6 triliun.

Jika melihat kondisi keuangan seperti itu memang efisiensi menjadi jalan keluar. Mulai dari memangkas biaya promosi hingga memangkas jumlah karyawan. Itulah mengapa menurut Lanjar saham GoTo naik begitu ada kabar PHK.

Tapi memang setelah tanggal pengumuman saham GoTo kembali turun, bahkan kini sudah berada di level Rp 185. Nah menurut Lanjar penurunan itu terjadi usai GoTo merilis laporan keuangan kuartal III-2022 yang mana rugi perusahaan bengkak jadi Rp 20 triliun.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Oleh karena itu dia memprediksi saham GoTo hingga akhir tahun masih berada dalam tren negatif. Menurutnya sangat sulit bagi saham GoTo untuk kembali ke harga IPO di level Rp 338.

Sementara Pengamat pasar modal lainnya Hans Kwee juga memiliki pendapat yang sama. Menurutnya perusahaan teknologi di seluruh dunia juga memiliki strategi serupa.

"Tentu seluruh dunia perusahaan-perusahaan dunia di bidang teknologi atau apapun ketika mereka melakukan efisiensi itu positif ya karena me-laid off divisi yang kurang maksimal bagi mereka. Kemudian ya mendapatkan efisiensi lebih tinggi," ucap Hans.

Hans juga menilai efisiensi yang dilakukan GoTo belum cukup meyakinkan investor yang telah melihat kerugian perusahaan membengkak di kuartal III-2022. Namun menurut Hans emiten teknologi sedikit mendapatkan angin segar karena kenaikan suku bunga yang belakangan ini melambat.

"Sebenarnya inflasi sudah sampai puncak jadi kenaikan bunga melambat dan perusahaan teknologi itu kan sangat terpengaruh akan suku bunga jadi kalau melambat tentu positif bagi perusahaan teknologi," terangnya.

2. ALTO

Berbeda dengan GoTo, saham ALTO justru turun saat perusahaan melakukan pengumuman PHK. Saham ALTO juga memang sedang dalam tren pelemahan berkepanjangan yang saat ini berada di level Rp 134. Padahal saham ALTO sudah pernah menyentuh level Rp 252.

Menurut Lanjar ALTO memang tidak bisa disamakan dengan GoTo. ALTO adalah saham dengan kapitalisasi kecil, sehingga hanya diminati oleh investor ritel dan spekulan.

Selain itu saham ALTO juga dalam tren pelemahan berkepanjangan. Penyebab utamanya memang karena kinerja keuangan yang terus memburuk.

"ALTO juga tidak begitu menarik karena dari pendapatannya yang mengalami penurunan yang cukup lumayan. Di tahun 2021 ALTO mengalami pendapatan naik 14% namun dari sisi laba ruginya, ALTO mengalami kerugian yang masih terus dialami sejak tahun 2014," terangnya.

Oleh karena itu, ketika perusahaan mengumumkan PHK yang disebabkan pabrik tutup justru semakin menambah sentimen negatif terhadap saham ALTO. Sebab artinya produktivitas perusahaan juga menurun.


Hide Ads