David memperkirakan, kondisi akan berubah di periode selanjutnya. Dia menduga, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) tak terus-terusan melanjutkan pengetatan moneter.
"Untuk berikutnya sangat tergantung perkembangan geopolitik dan juga bagaimana Fed melanjutkan atau tidak kebijakan moneter ketatnya. Dugaan saya sih mereka nggak bisa terus-terusan melakukan kebijakan moneter yang terlalu ketat," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaca dari hal tersebut, menurutnya, fixed asset masih akan menarik untuk paruh pertama tahun 2023. Begitu juga dengan obligasi, meski kecenderungan harganya menurun.
"Seperti deposito itu menarik, kan trennya lagi meningkat (suku bunga). Jadi terus juga untuk obligasi menarik, obligasi korporasi atau obligasi pemerintah menarik, walaupun dari segi harga masih bisa ada kecenderungan sedikit lagi turun karena trennya Fed masih menaikan suku bunga, tapi mungkin nggak banyak lagi, terbatas, asing saya perhatikan mulai masuk pelan-pelan," ungkapnya.
"Untuk reksadana juga menarik yang berkaitan dengan fixed asset kan banyak," tambahnya.
Selanjutnya, dia mengatakan, saham bisa dikoleksi pelan-pelan. Apalagi, harga sejumlah saham telah mengalami penurunan cukup dalam.
"Untuk saham mungkin di tahun depan sudah bisa lebih agresif tapi mungkin masih ada kecenderungan menurun, seperti saya bilang nebak di bulan kapan menarik, tapi sudah mulai bisa dikoleksi pelan-pelan, karena kan banyak harga saham mulai turun cukup dalam di beberapa sektor," jelasnya.
Sementara, Direktur Equator Swarna Capital Hans Kwee menjelaskan, tahun 2023 pasar modal dunia diliputi kekhawatiran potensi resesi global akibat kenaikan suku bunga yang agresif dari berbagai bank sentral akibat inflasi yang tinggi. Ada juga risiko geopolitik yang berpotensi membuat terjadinya perang nuklir yang berakibat perang dunia ke 3.
Menurutnya, pasar saham Indonesia tetap menarik karena puncak inflasi sudah dilalui untuk AS di tengah tahun dan zona Eropa di akhir tahun 2022.
"Hal ini mendorong potensi puncak kenaikan suku bunga AS dan sebagian besar bank sentral adalah Q2 2023. Sebagian besar bank sentral menyisakan kenaikan 50-75 basis poin kenaikan suku bunga. Pertumbuhan ekonomi global kemungkinan akan melambat di tahun 2023 dan sebagian negara terancam mengalami resesi," ujarnya.
Menurutnya, ekonomi Indonesia tetap kuat dampak gangguan pasokan akibat COVID-19 dan perang Ukraina-Rusia mendorong komoditas tetap tinggi.
Kenaikan suku bunga berbagai bank sentral sudah mendekati puncak mendorong aliran dana asing cenderung kembali masuk ke pasar Indonesia. Rupiah juga akan cenderung lebih stabil dan cenderung menguat.
"Pasar modal Indonesia khususnya pasar obligasi akan menarik. Pasar saham terlihat masih akan positif tahun depan," katanya.
(acd/dna)