Redaksi detikFinance menerima banyak surat elektronik soal pembaca yang mengeluh tingkat suku bunga KPR-nya tinggi, rata-rata berada di atas 13%. Namun mereka juga tidak ada pilihan lain selain 'menikmati' bunga tinggi tersebut.
Seperti pembaca bernama David Sianipar yang bercerita cicilan KPR-nya di salah satu bank swasta melejit dari bunga tahun pertama 9,5% menjadi 13,75%. Ia pun sudah berusaha menghubungi pihak bank untuk meminta keringanan, namun hasilnya nihil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal serupa dikemukakan pembaca bernama Nur Amin Pramono yang dua tahun lalu mengambil cicilan KPR dengan bunga flat 9,75% selama dua tahun pertama. Cicilan per bulannya masih Rp 2,3 juta.
Alangkah kagetnya ia ketika bunganya tiba-tiba naik hingga 14% setelah dua tahun. Cicilannya pun bertambah Rp 700.000 menjadi sekitar Rp 3 juta.
"Ini di luar prediksi, sebelumnya kata orang bank setelah 2 tahun mungkin paling naik jadi Rp 2,6 jutaan. Menurut saya sistem KPR ini mencekik," ujarnya.
Bunga yang melambung berarti cicilan juga membengkak. Tak hanya naik ratusan ribu rupiah saja, tapi jika cicilan awalnya sudah besar maka besaran tambahannya juga makin besar.
Hal ini dialami pembaca bernama Desmon Silitonga yang punya cicilan awal sebesar Rp 3,6 juta bunganya 7,9% di salah satu bank BUMN penyedia KPR. Dua tahun berselang bunganya naik jadi 13,5%, cicilannya makin bengkak jadi Rp 5,4 juta per bulan.
"Itu naik begitu saja tanpa pemberitahuan dan itu memberatkan kami. Saya sudah tulis surat untuk meminta keringanan bunga KPR, tapi sampai saat ini tidak ada tanggapan dari mereka," ujar Desmon.
Ia pun menyayangkan bunga KPR yang begitu tinggi dan sangat jauh dari tingkat suku bunga acuan alias BI rate sebesar 7,5%. Namun, tidak ada cara lain yang bisa dijalani jika ingin punya hunian di Indonesia.
Apakah Anda pernah punya pengalaman dengan bunga KPR yang tinggi? Atau cicilan KPR Anda tiba-tiba bengkak tanpa pemberitahuan? Kirim cerita Anda ke redaksi@detikFinance.com.
(ang/ang)











































