CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengungkapkan hunian dengan harga tersebut, akan sulit dipenuhi dalam bentuk rumah tapak. Kemungkinan berbentuk hunian vertikal. Di sisi lain, keterbatasan lahan di DKI Jakarta juga menjadi alasan hunian vertikal lebih menguntungkan.
"Enggak mungkin landed (rumah tapak), paling vertikal," ujar Ali saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (13/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tipe 21 masih bisa lah, tipe 36 masih bisa kalau sampai Rp 400 juta," kata Ali.
Dua tipe hunian tersebut tidak seapik apartemen komersial pada umumnya. Dengan kisaran harga Rp 300-400 juta per unit, bagian atas hunian tidak ditutup dengan plafon, sehingga instalasi pipa dan kabel terlihat jelas.
"Kalau rusun atasnya enggak ada plafon, pipa-pipa kelihatan untuk menekan cost. Kalau apartemen betul-betul rapi," kata Ali.
Meski demikian, Ali menegaskan bahwa hunian tersebut layak untuk dijadikan tempat tinggal. Spesifikasi yang sederhana tersebut juga dilakukan untuk menekan biaya pembangunan hunian vertikal.
"Seminim mungkin, tapi masih layak huni," tutur Ali. (dna/dna)