Dia pun mengaku tengah memikirkan satu opsi penyediaan perumahan lainnya bagi warga yang merasa tak mampu menjangkau hunian lewat program yang menjadi janji kampanyenya bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu. Konsep hunian tersebut kata dia adalah rumah susun sederhana sewa, yang bisa dihuni lewat sistem sewa dengan jangka waktu yang panjang.
"Tadi beberapa temen-teman di Ciracas mereka agaknya enggak bisa masuk skema rumah nol rupiah karena pendapatan di bawah (Upah Minimum Provinsi atau UMP). Nah, di situ mungkin intervensi pemerintah untuk memberikan opsi lain," kata Sandiaga ditemui di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta (22/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buatkan Rusun Sewa
|
Ilustrasi Foto: Rusunawa KS Tubun (Arief-detikcom)
|
Hal ini tentu berbeda dengan cara kepemilikan rumah program DP Rp 0 karena dibayar dengan sistem sewa, dengan harga yang lebih murah.
"Dulu terpikirkan opsinya dibuatkan rusunawa jadi mereka menyewa di situ, tapi konsepnya menyewanya itu mungkin yang jangka panjang sekali. Sehingga di ujung penyewaan itu mereka mempunyai opsi untuk memiliki dengan skema itu," tuturnya.
Sandi menyebutkan, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman DKI Jakarta sudah mengajukan opsi tersebut. Dinas perumahan saat ini sedang menyusun skema untuk memberikan opsi lain sebagai bentuk upaya mencarikan solusi warga untuk bisa membeli rumah DP Rp 0.
"Teman-teman itu lagi bikin dan Kadis dinas perumahan ngajuin itu," jelasnya.
Rusunawa Pakai Konsep yang Lama
|
Ilustrasi Foto: Agung Pambudhy
|
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI Agustino Dharmawan mengakui opsi tersebut menjadi pilihan yang terbuka bagi warga yang merasa tak mampu menjangkau rusunami yang dibangun lewat program DP atau uang muka Rp 0.
"Iya betul (disiapkan rusunawa)," katanya kepada detikFinance saat dihubungi di Jakarta, Senin (22/1/2018).
Agustino mengatakan, konsep kepemilikan rusunawa ini mengikuti aturan yang lama seperti yang sudah ada. Rusunawa sendiri memiliki dua jenis peruntukan, yakni bagi warga yang terdampak proyek normalisasi dan juga bagi warga yang tak terdampak proyek normalisasi.
Beberapa syarat bagi warga yang tak terdampak normalisasi yang ingin tinggal di rusunawa, di antaranya harus ber-KTP DKI Jakarta, harus sudah berkeluarga, gaji sesuai dengan batasan penghasilan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan tentunya surat keterangan yang menyatakan bahwa benar-benar tak memiliki tempat tinggal di Jakarta.
"Kalau rusunawa kita sudah ada aturannya. Sudah enaklah, rusunawa pokoknya tinggal masuk saja. Sama seperti sebelumnya. Kriterianya sama saja. Sudah berkeluarga, KTP DKI, belum punya rumah," ujar dia singkat.
Harga sewa untuk rusunawa sendiri berkisar Rp 300 hingga 500 ribu per bulannya.
"Sewanya sekitar Rp 300 sampai 500 ribu per bulan, tergantung letak posisinya dia di mana," paparnya.
Untuk mengakomodasi warga yang ingin tinggal di rusunawa, Pemprov DKI Jakarta sendiri telah memiliki program pembangunan rusunawa setiap tahunnya. Sejauh ini lokasi-lokasi rusunawa yang sudah dibangun Pemprov DKI kata dia di antaranya di Rawa Buaya hingga Penggilingan.
"Rusunawa akan kita bangun terus. Sekarang yang mau dibangun itu seperti yang di Ujung Menteng, Karanganyar. Yang sudah terbangun ada yang di Penggilingan, Nagrak, Rorotan, ada yang di Semper, Rawa Buaya," tutup Agustino.
Rusunawa Sudah Ada di Era Ahok
|
Foto: Adhar Muttaqin
|
Berdasarkan catatan detikFinance, Senin (22/1/2018), pada janji kampanyenya lalu, Ahok membagi program penyediaan hunian menjadi 4 segmen.
Konsep pertama, diperuntukkan untuk masyarakat yang memiliki gaji Rp 3 juta. Unit itu akan dibuat berukuran 36 m2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, selanjutnya akan mensubsidi lebih dari 80% karena satu unitnya mencapai Rp 200 juta-Rp 250 juta.
Kategori kedua, adalah rumah susun harga kost. Rumah susun itu akan dibangun di atas terminal-terminal serta stasiun Light Rail Transit (LRT) atau Mass Rapid Transit (MRT). Hunian jenis ini diperuntukkan bagi pekerja yang memiliki rumah di kawasan penyangga. Tujuannya, untuk menghemat waktu para pekerja.
Konsep rumah susun jenis ketiga diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki gaji Rp 10 juta ke atas. Rusun ini akan dijual dengan sistem cicilan dengan tidak menghitung harga tanah. Rusun ini hanya bisa dijual setelah 20-30 tahun ke pemerintah daerah dengan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Sementara, untuk konsep keempat ditawarkan bagi para pemilik tanah yang bersedia tanahnya dibangun apartemen. Sehingga pemilik nantinya memiliki sertifikat hak milik.
Salah satu yang menjadi fokusnya adalah warga DKI yang direlokasi dan mereka yang penghasilannya sangat minim sekitar Rp 3 juta/bulan. Hal inilah yang sudah dilakukannya saat menjabat lalu.
Kala itu, Ahok tak menjualnya melainkan menyewakannya dengan skema Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa). Namun meski berjudul sewa, sebenarnya masyarakat yang menghuni rusun hanya akan dibebankan biaya sebesar Rp 5-15 ribu/hari saja atau dalam sebulan berkisar Rp 150-450 ribu per bulan. Biaya itu dibayarkan untuk biaya pemeliharaan dan kebersihan.
Selain itu, dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang berkisar Rp 3 juta ke bawah, penghuni rusun akan diberikan fasilitas penunjang dari mulai transportasi TransJakarta gratis hingga layanan kesehatan.
Namun memang masyarakat tak bisa menjual kembali rusun tersebut dan peruntukannya hanya bagi warga yang direlokasi Pemprov DKI Jakarta dari lokasi hunian yang tak tertata rapi sebelumnya.
Halaman 2 dari 4











































