Pengamat properti, Ali Tranghanda, mengatakan program ini dinilai belum menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Jakarta yang notabene memiliki masalah akan kebutuhan hunian di Jakarta. Pasalnya, dari jumlah cicilan dan penghasilan yang diwajibkan untuk mendapatkan hunian itu, tak menyasar sebagian besar warga di Jakarta yang justru didominasi oleh MBR berpenghasilan Rp 4,5 juta ke bawah.
"Jadi program yang DP Rp 0 itu memang bagus sebagai suatu terobosan. Tapi itu belum cukup. Karena kalau kita hitung-hitung, kaum MBR yang Rp 4,5 juta ke bawah malah tidak tercover," ujar Ali kepada detikFinance saat dihubungi di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang kalau kita lihat, penduduk Jakarta yang di bawah Rp 4,5 juta pun masih banyak. Meskipun angkanya belum pasti, tapi pasti lebih banyak dari yang gajinya maksimal Rp 7 juta. Karena dengan cicilan segitu, di atas Rp 4,5 juta baru bisa," lanjutnya.
Menurut Ali, ada kelompok masyarakat di Jakarta yang belum tersentuh bantuan penyediaan hunian di Jakarta, yakni kelompok MBR pekerja formal dengan gaji Rp 4,5 juta ke bawah yang tak memiliki daya beli rumah di Jakarta.
Ali menjelaskan, kelompok masyarakat tersebut tak memiliki kemampuan membeli rumah lantaran harga rumah di Jakarta yang sudah terlalu tinggi. Dengan asumsi cicilan Rp 1,5 hingga Rp 1,7 juta per bulan untuk rumah DP Rp 0, maka MBR pun dirasa tak bakal mampu membayar cicilan tersebut.
Dengan keterbatasan daya beli, maka program DP Rp 0 pun dirasa tak cukup untuk menjawab kebutuhan hunian warga DKI Jakarta. Untuk itu, menurutnya warga DKI tak dapat dipaksakan seluruhnya untuk dapat membeli rusunami.
"Pemprov DKI Jakarta harus membuat program yang juga dapat menyasar kaum MBR di bawah segmen hunian DP Rp 0 dan dimungkinkan untuk tidak dipaksakan membeli, tapi menyediakan rusun sewa bagi kaum pekerja perkotaan. Sebuah transformasi kota yang juga terjadi di kota-kota besar di dunia ketika dalam batas tertentu masyarakat hanya bisa menyewa dibandingkan membeli," ujar Ali Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch itu .
Dia berharap Pemprov DKI Jakarta dapat segera memberikan solusi yang terbaik bagi masyarakat, termasuk kejelasan DP Rp 0, sehingga apa yang telah dilakukan tidak hanya sekedar seremonial groundbreaking namun dengan sebuah model pembiayaan yang dapat diterapkan kepada masyarakat MBR.
"Memang ini (program DP Rp 0 suatu terobosan, tapi kalau bicara program perumahan rakyat, harus diikuti dengan program-program lain. Artinya kalau masyarakat yang Rp 4,5 juta ke bawah itu tidak bisa memiliki hunian, itu tidak bisa dipaksakan membeli, apa lagi dengan subsidi karena itu akan membebani APBD," ucap dia.
"Yang bisa dilakukan kalau tidak bisa membeli, mau tidak mau, dia akan sewa. Artinya musti ada program hunian sewa untuk kaum pekerja di Jakarta. Karena program DP Rp 0 ini tidak langsung menyasar MBR ternyata," pungkasnya.
Sebagai informasi, MBR adalah masyarakat yang punya keterbatasan daya beli yang harus dibantu pemerintah dalam membeli rumah. Kategori MBR adalah mereka yang bergaji Rp 4 juta dan berhak untuk membeli rumah tapak, serta berpenghasilan Rp 7 juta yang berhak membeli apartemen atau rumah susun (rusun). (eds/hns)