Jakarta -
Kepemilikan hunian dengan DP Rp 0 merupakan salah satu program unggulan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Program tersebut mulai direalisasikan sejak Anies meresmikan pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami) DP Rp 0 pertama di Pondok Kelapa, Jakarta Timur pada 18 Januari 2018.
Hunian tersebut merupakan rumuh susun dengan konsep milik dan diklaim bisa menjawab kebutuhan rumah bagi warga DKI Jakarta, serta tak mengenakan beban uang muka atau DP yang selama ini jadi hambatan masyarakat untuk membeli rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum Anies, saat Jakarta dipimpin Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok juga sudah ada program serupa. Bedanya, Ahok mengusung rumah susun dengan konsep sewa atau rusunawa untuk warga yang berpenghasilan rendah.
Kedua program tersebut pun sempat ramai diperbincangkan masyarakat. Tak elak, baik program Anies maupun program gubernur sebelumnya, Ahok kerap dibanding-bandingkan.
Ada pihak yang menganggap program Ahok lebih baik, ada pula yang menilai program milik Anies lebih unggul.
Dalam rangka kaleidoskp 2018,
detikFinance pun merangkumnya pada berita berikut ini.
Kembali ke debat final Pilkada DKI di Hotel Bidakara pada 12 April 2017, debat panas terjadi saat cagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bertanya mengenai program rumah untuk warga kepada cagub Anies Baswedan.
Ahok yang diberi kesempatan lebih dulu, bertanya kepada Anies mengenai program DP 0 persen yang digagas Anies.
"Saya bingung, apakah program itu untuk rumah susun atau tapak, serta apakah rumah itu untuk mereka dengan gaji di bawah Rp 3 juta atau Rp 7 juta," kata Ahok kala itu.
Sebelum memberikan penjelasan, Anies menyatakan pemahaman Ahok mengenai program rumah miliknya keliru.
"Jadi program kami bukan tentang pembangunannya, tapi tentang instrumen pembiayaannya. Pembangunan bisa dilakukan oleh pemerintah atau swasta, kami yang menyiapkan pembangunannya," ujar Anies.
Anies lantas mengomentari program Ahok. Menurut Anies, jika pemerintah yang membangun rumah, itu tidak sesuai dengan selera dan keinginan warga.
"Kalau kita berpihak pada rakyat, maka solusinya adalah carikan rumah yang sesuai dengan yang mereka maui," ujar Anies.
Ahok menimpali jawaban Anies. Menurut Ahok, jawaban Anies tidak nyambung.
"Ini tidak menjawab sebenarnya. Kenapa kami mendorong kayak yang di Krukut untuk ke rusun, karena rumah tinggal itu berdasarkan penelitian minimal luasnya 36 meter persegi. Tidak mungkin masyarakat seperti itu bisa memiliki rumah kalau bukan kami yang membangunkan," kata Ahok.
Anies kemudian menanggapi penjelasan Ahok. Menurut Anies, di Jakarta saat ini ada 41 persen warga yang tidak memiliki rumah sendiri. Solusi dari persoalan itu sudah dia kantongi.
"Kami sudah menemukan solusinya. Dan private sector juga mau bekerja sama dan itu sangat bisa. Ini tentang keberpihakan pada warga yang tidak bisa punya rumah. Dan secara teknis nanti solusinya akan berkembang," ujar Anies.
Ahok menjawab 'sindiran' Anies mengenai keberpihakan tersebut. Menurutnya, jawaban Anies terlalu retoris.
"Ini terlalu retorika, ya. Anda bilang 41 persen orang Jakarta tidak punya rumah. Itulah mengapa kita di reklamasi, kita pingin setengah dari pulau-pulau itu punya DKI. Jadi nanti anak-anak muda bisa punya rumah di situ. Tidak usah bayar, cukup bayar pemeliharaan. Jadi punya rumah," kata Ahok.
Saat masih menjabat, Ahok membagi program penyediaan hunian menjadi 4 segmen. Salah satu yang menjadi fokusnya adalah warga DKI yang direlokasi dan mereka yang penghasilannya sangat minim sekitar Rp 3 juta/bulan.
Bagi kelompok masyarakat di segmen ini disediakan rumah susun dengan spesifikasi unit seluas 36 meter persegi. Konsep sewa dipilih lantaran masyarakat dirasa tak bakal sanggup mencicil biaya pembangunan rusun yang berkisar Rp 200 juta-250 juta per unitnya.
Kala itu, Ahok tak menjualnya melainkan menyewakan dengan skema rusunawa. Masyarakat yang menghuni rusun hanya akan dibebankan biaya sebesar Rp 5-15 ribu/hari saja atau berkisar Rp 150-450 ribu per bulan. Biaya itu untuk pemeliharaan dan kebersihan.
Selain itu, dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang berkisar Rp 3 juta ke bawah, penghuni rusun akan diberikan fasilitas penunjang dari mulai transportasi TransJakarta gratis hingga layanan kesehatan.
"Kami mau buat satu model yang kami subsidi habis, (subsidi diberikan) 80% lebih. Di situ anaknya (anak penghuni rusun) dapat KJP (Kartu Jakarta Pintar), naik bus gratis, ada dokter macam-macam," tutur Ahok kala itu.
Namun memang masyarakat tak bisa menjual kembali rusun tersebut dan peruntukannya hanya bagi warga yang direlokasi Pemprov DKI Jakarta dari lokasi hunian yang tak tertata rapi sebelumnya.
Anies resmi meluncurkan skema pembiayaan dan persyaratan kepemilikan rusunami DP Rp 0 pada 12 Oktober 2018.
Persyaratan umum bagi warga yang ingin memiliki rusunami ini harus ber-KTP DKI yang telah tinggal di Jakarta sekurang-kurangnya 5 tahun dan warga yang belum punya rumah maupun menerima subsidi perumahan.
Warga yang boleh membeli rusunami ini juga yang berpenghasilan Rp 4-7 juta setiap bulan, warga yang taat pajak, dan diprioritaskan bagi warga yang telah menikah. Bagi warga yang terpilih, wajib memiliki rekening Bank DKI.
Rusun tersebut akan terbagi dalam dua tipe, yakni tipe 21 berkisar Rp 184,8 juta-Rp213,4 juta dan tipe 36 berkisar Rp 304,92 juta-Rp 310 juta sebanyak 360 unit," ujarnya.
Jangka waktu cicilan atau tenor ialah 15 dan 20 tahun. Skema cicilan yang digunakan akan merujuk pada Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari pemerintah pusat.
Cicilannya sebesar Rp 2.008.337 per bulan, jangka waktu 20 tahun, estimasi penghasilan Rp 5.738.105. Cicilan Rp 2.426.665 per bulan, jangka waktu 15 tahun, estimasi penghasilan Rp 6.933.329.
Halaman Selanjutnya
Halaman