Artinya hanya menjangkau 30 %(tiga puluh persen) dari nilai kebutuhan perumahan subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Masyarakat Pra Sejahtera (MPS).
Sisanya pemerintah mengandalkan pada peran serta swasta, perbankan dan masyarakat dalam penyediaan dan pembiayaan perumahan bagi MBR dan MPS tadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, dari sisi ekonomi, industri perumahan dan pembangunan perkotaan (properti) itu, efektif menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi karena menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan menumbuhkan lebih seratusan jenis industri turunan. Mulai dari bahan bangunan sampai sediaan furniture-nya.
Faktanya, data defisit Perumahan di tahun 2019 sebesar 7,63 juta unit (backlog kepemilikan) dan 2,38 juta unit rumah tidak layak huni, akibat bencana alam dan luas permukiman kumuh sebesar 10.000 Ha. Data tersebut belum mencakup perkembangan rumah tangga baru menikah setiap tahunnya yang membutuhkan rumah sebanyak +/- 700.000 unit.
"Karena itu diperlukan upaya upaya untuk mengefektifkan urusan perumahan dan pembangunan perkotaan dengan memperhatikan hambatan dan tantangan yang aktual. The HUD Institute berpendapat pentingnya misi mengokohkan urusan dan kelembagaan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan ini guna meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai sebagaimana mandat konstitusi," ujar Muhammad Joni, Sekretaris The HUD Institute, dalam keterangannya, Minggu (1/9/2019).
Jehansyah Siregar, Pakar dan Pengajar Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman Intitute Teknologi Bandung (ITB) Bandung) sebagai pembicara menyebut bahwa Urusan perumahan rakyat bukanlah urusan teknis konstruksi semata. Sejatinya adalah pelaksanaan dari strategi kebudayaan dan membangun karakter bangsa.
"Di ranah lingkungan binaan, urusan perumahan rakyat tidak bisa dilepas dari kompleksitas urusan perkotaan. Untuk itu urusan dan kelembagaan Perumahan Rakyat justru perlu diperkuat dengan urusan permukiman dan perkotaan. Atau dengan bidang agraria dan tata ruang. Untuk itu pemerintah perlu memprioritaskan program perumahan rakyat secara konsekwen dan menyusun kelembagaan yang tepat sebagai instrumen bagi presiden untuk menjalankan tugasnya merumahkan seluruh rakyat," paparnya.
Jehansyah berpendapat, saat ini masih dibutuhkan pembenahan struktural dan inovasi, serta program yang kompeten dari pemerintah, guna memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat MBR. Selain untuk memenuhi perumahan layak bagi golongan tidak mampu, hal itu juga diharapkan mampu mengurangi housing backlog secara tuntas.
"Maka diperlukan kebijakan yang efektif dan program yang komprehensif. Karena, kondisi darurat perumahan rakyat di Indonesia ini sudah tidak tertanggulangi lagi, ketika angka kekurangan rumah terus bertambah setiap tahun," kata Jehansyah.
Endang Kawidjaya, Ketua Umum Himperra mengkritisi soal masih terjadinya alokasi anggaran (APBN) yang seringkali tidak sesuai dengan perencanaan serta belum terjadinya harmonisasi regulasi yang mengatur tentang perumahan rakyat dan perkotaan.
"Sebagai salah satu pelaku pembangunan perumahan rakyat di lapangan masih banyak dijumpai permasalahan di bidang pertanahan. Makin sulitnya perolehan lahan untuk pembangunan rumah murah dan lain sebagainya. Semua itu harus dicarikan solusi dengan langkah kebijakan strategis serta taktis guna mengurangi hambatan dan tantangan tersebut," pungkasnya
(dna/das)