Pengamat Properti sekaligus Direktur Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, sebenarnya yang menjadi hambatan investasi bukan IMB-nya melainkan lamanya proses perizinan tersebut.
"Yang masalah itu di proses mekanismenya yang kadang-kadang itu lama, gitu lho, itu masalahnya," kata dia saat dihubungi detikcom, Minggu (22/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini lebih ke mekanismenya lah diperbaiki dan itu waktunya dipangkas supaya jangan terlalu lama," sebutnya.
Ketimbang dihapus, dia lebih menyarankan agar IMB ini disederhanakan sehingga tak menghambat pengembang. Pasalnya untuk mengurus izin bangunan vertikal seperti apartemen bisa memakan waktu 2 tahun.
Sebelum IMB ini diterima oleh si pengembang, maka mereka tidak bisa memasarkan huniannya ke masyarakat. Otomatis selama 2 tahun itu mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu.
"Jadi kalau izin mesti tetap ada kalau menurut saya. Bukan IMB-nya yang dihilangkan, tapi prosesnya dan mekanismenya yang harus dipangkas," jelasnya.
Dia memahami bahwa nantinya IMB ini akan digantikan oleh standardisasi bangunan. Tapi menurut dia itu hanya masalah penggunaan bahasa. Pada praktiknya untuk mendirikan bangunan harus memenuhi standard terlebih dahulu.
Justru yang bisa dilakukan, standarisasi itu bisa menjadi izin pendahuluan (IP) bagi pengembang untuk memasarkan produknya. Jadi tanpa harus menunggu IMB selesai.
"Jadi sebetulnya (standardisasi) itu tetap izin kalau bahasa saya itu. Tapi izinnya itu tidak perlu menunggu sampai lengkap, tapi ada standar-standar tertentu awal yang harus dipenuhi pengembang untuk bisa mulai gitu," tambahnya.
(toy/zul)