Pembangunan program Rumah DP Rp 0 besutan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkesan lambat. Dari target 300 ribu unit, hingga kini baru 780 unit saja yang terbangun.
Menurut pengamat properti Ali Tranghanda, permasalahan harga tanah jadi alasan utama lambatnya pembangunan Rumah DP Rp 0. Dia menilai, harga tanah di DKI Jakarta terlalu mahal untuk pengembang.
"Kalau saya lihat masalah tanah akan sulit, kalau permintaan kan banyak, DP berapapun bisa. Cuma tanahnya ini selain terbatas juga kan mahal di DKI pastinya," kata Ali kepada detikcom, Jumat (16/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan sistem perumahan yang diatur oleh pemerintah menurutnya juga kurang diminati pengembang swasta. Maka dari itu Pemprov DKI Jakarta harus lebih banyak bekerja sama dengan BUMN dan BUMD.
"Belum lagi karena ini programnya birokrasi jadi memang pengembang berpikir karena harganya kan akan dipatok rendah. Makanya kalau bisa kerja sama lebih banyak dengan BUMN dan BUMD," ujar Ali.
Di sisi lain, pengamat perkotaan Yayat Supriyatna mengatakan permasalahan harga tanah sebetulnya bisa ditekan dengan adanya bank tanah. Maksudnya, sebuah lembaga yang bisa mengelola dan mengatur tanah di suatu wilayah, termasuk menentukan harganya.
"Harusnya memang butuh adanya bank tanah, jadi harga bisa ditekan," ujar Yayat.
Di sisi lain, Yayat mengatakan opsi lainnya adalah menggunakan aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta untuk dibangun rumah DP Rp 0.
Dia menyebut bisa saja Pemprov memberikan hibah asetnya ke pengembang. Tanah diberikan dengan hak pengelolaan atas nama Pemprov DKI Jakarta, dan diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada pengembang.
"Kalau nggak ya hibah tanah DKI aja. Kasih tanah dengan HPL atas nama DKI, HGB-nya dikasih ke pengembang," kata Yayat.
(dna/dna)