Lahan negara yang diberikan kepada PTPN VIII dengan status penugasan khusus menjadi sengketa lantaran telah berdiri Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah pimpinan Habib Rizieq Shihab (HRS) di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pihak PTPN VIII pun sudah mengeluarkan somasi meminta lahan tersebut dikembalikan. Dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, PTPN VIII menegaskan penguasaan atas lahan tersebut, tanpa menyinggung soal HGU.
Tidak tinggal diam, Tim penanganan lahan Markaz Syariah, Pondok Pesantren (Ponpes) HRS di Megamendung, Bogor, segera menjawab surat somasi dari PTPN VIII.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim Koordinator untuk Penanganan Khusus Markaz Syariah, M Ichwanudin Tuankotta mengatakan pihaknya sudah menyiapkan surat jawaban atas somasi dari PTPN VIII. Surat tersebut berisi 10 poin dan rencanaya akan dikirim Senin 28 Desember ke PTPN VIII.
"Kalau kami sebenarnya sudah menyiapkan surat untuk menjawab apa yang menjadi somasi dari PTPN VIII tersebut, jadi surat sudah jadi, sudah kita siapkan ada 10 poin di sana tapi saya belum berani ekspos, karena kita masih berkoordinasi dengan tim advokat lainnya untuk memastikan sampai hari ini, Senin surat ini kita akan kirimkan langsung ke PTPN VIII," kata Ichwan saat dihubungi detikcom, Jakarta, Sabtu (26/12/2020).
Ichwan menjelaskan inti surat jawaban itu adalah mengklarifikasi serta berkoordinasi terkait persoalan lahan Ponpes Markaz Syariah di Megamendung. Ichwan menceritakan, Habib Rizieq membeli lahan yang dikuasai PTPN VIII dari seorang masyarakat yang sudah lama menggarap lahan tersebut. Penggarap tersebut mengaku sudah memanfaatkan lahan tersebut sejak 1991.
"Jadi yang pertama memang informasi yang kita dapatkan lahan itu dari tahun 1991 ditelantarkan oleh PTPN VIII, lalu dikuasai oleh warga, dan digarap oleh warga. Kalau dihitung sampai saat ini itu sudah 29 tahun, sudah ditelantarkan lebih kurang 25 tahun lebih, itu yang kita dapat informasi dari petani," ujarnya.
Baru pada tahun 2013, dikatakan Ichwan, Habib Rizieq membeli lahan tersebut dari para penggarap. Pembelian juga dilengkapi dengan dokumen kepemilikan penggarapan dari masyarakat atas lahan tersebut dan diketahui oleh aparat desa dan pemerintahan. Namun, dirinya menyadari tidak ada sertifikat kepemilikan lahan.
"Beli, ada diketahui RT, RW, Kepala Desa, bahkan ditembuskan ke Bupati dan Gubernur pada saat itu menjabat, bukan Gubernur yang sekarang. Artinya memang kita punya bukti semua, ada ini buktinya surat pelepasan oper garapan. Habib Rizieq membeli itu, membayar," katanya.
Ichwan juga memastikan jawaban atas surat somasi tersebut akan diantarkan langsung oleh tim advokat penanganan khusus Markaz Syariah kepada PTPN VIII.
"Kita ingin musyawarah, mungkin nanti ambil jalan musyawarah dengan pihak PTPN, kita bersedia berdialog, kemudian kita juga lampirkan bukti-bukti ada pembelian Habib Rizieq terhadap penggarap petani pada saat itu," ungkapnya.
lanjut ke halaman berikutnya