Jakarta -
Mulai hari ini, kebijakan fasilitas uang muka alias DP untuk kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar 0% mulai berlaku. Hal itu seiring dengan berlakunya kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menerapkan pelonggaran aturan loan to value (LTV) untuk pembelian properti.
Dengan adanya DP KPR 0%, punya rumah akan makin mudah. Lalu, apakah ini saat yang tepat untuk beli rumah?
Menurut perencana keuangan senior Aidil Akbar, meski sudah ada DP KPR 0% bukan berarti menjadi saatnya untuk beli rumah. Malah dia menyarankan bagi yang sama sekali belum merencanakan beli rumah dari jauh-jauh hari untuk tidak melirik program ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aidil menjelaskan memang DP KPR 0% memudahkan masyarakat memiliki rumah. Masyarakat tak perlu lagi menabung lama untuk membayar DP rumah, namun menurutnya program ini berpotensi membuat cicilan menjadi bengkak.
"Menurut saya masyarakat mesti hati-hati jangan sampai terjebak dengan DP 0%. Kalau memang belum ada rencana beli rumah jauh-jauh hari jangan langsung tergiur deh, karena ini kan berpotensi menambah cicilan rumah," kata Aidil kepada detikcom, Minggu (28/2/2021).
Aidil memaparkan DP KPR 0% hanya memindahkan beban biaya DP di awal untuk masuk ke dalam cicilan. Misalnya, saja membeli rumah seharga Rp 100 juta, biasanya harus membayar DP 30%, maka sisa utang yang harus dibayarkan hanya Rp 70 juta saja.
Lain lagi kalau DP KPR 0%, semua harga rumah akan menjadi utang dan ditanggung pada cicilan tiap bulan. Menurut Aidil hal ini justru akan menambah beban cicilan.
"Kan ini hanya memindahkan DP di awal ke belakang, arahnya ya nambah cicilan. Tadinya kita utang 70% doang jadi 100%. Kalau bunga cicilan turun sih nggak masalah, tapi kan bunganya tetap aja," kata Aidil.
Lebih jauh Aidil mengatakan bagi yang mau membeli rumah dengan DP KPR 0%, harus memerhatikan rasio utang dan penghasilannya. Menurutnya, cicilan jangan sampai lebih dari 30% jumlahnya dibanding penghasilan.
"Rasio antar cicilan dan penghasilan harus diperhatikan. Kalau cicilan di atas 30-40% dari penghasilan itu udah nggak normal. Kalau begitu nggak akan bisa di-maintain cicilannya, kalau udah nggak bisa bayar utang ujungnya ya kredit macet," ujar Aidil.
Ada 3 hal lain yang harus disiapkan. Klik halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Mau Cicil Rumah Tapi Gaji Pas-pasan? Simak Saran dari Badai Romantic Project':
[Gambas:Video 20detik]
DP KPR boleh 0%, tapi masih ada 3 hal lain yang mesti disiapkan. Apa saja?
1. Cicilan Pertama
Dari catatan detikcom, Aidil Akbar pernah memaparkan dalam kredit apapun, baik KPR ataupun kendaraan, baik lewat bank atau institusi keuangan lainnya selalu mensyaratkan pembayaran cicilan pertama di muka.
Cicilan bulan pertama ini jumlahnya sebesar cicilan bulanan yang nantinya Anda lakukan. Contohnya, bila seseorang membeli rumah secara kredit seharga Rp 400 juta, uang mukanya Rp 100 juta, maka Rp 300 jutanya adalah jumlah cicilan yang harus dibayar tiap bulan hingga lunas.
Dengan suku bunga sekitar 10% per tahun, maka cicilan bulanannya mungkin akan sekitar Rp 3,2 juta per bulan. Maka, selain biaya uang muka, dana cicilan pertama sebesar Rp 3,2 juta harus dipersiapkan.
Dengan DP 0% maka jumlah uang muka yang dibayar duluan akan dioper masuk ke dalam cicilan kredit bulanan dan membuat nominalnya makin besar. Dengan DP 0%, maka seluruh harga rumah sebesar Rp 400 juta harus dibayarkan secara cicilan.
2. Provisi
Dalam setiap penarikan kredit, biasanya akan dikenakan biaya provisi. Biaya provisi ini adalah sejumlah uang yang dipakai untuk membayar marketing fee, mudahnya biaya komisi ke pemasar atau penjual.
Besaran dari biaya provisi ini berbeda-beda tergantung dari jenis pinjaman maupun besaran pinjaman. Rumusnya adalah semakin besar pinjaman maka akan semakin kecil biaya provisi ini. Biasanya besaran biaya provisi ini antara 1%-3% dari besaran plafon kredit yang diajukan.
Yang harus diingat adalah biaya provisi ini sebetulnya bisa saja ditawar atau minta lebih rendah, terutama untuk pinjaman dengan nilai besar.
Sebagai contoh, seseorang memulai kredit KPR dengan rumah senilai Rp 50 miliar, dengan provisi yang hanya 1% saja anda tetap harus membayar Rp 500 juta sendiri. Maka dari itu, karena nominal ini dirasakan besar bisa saja dinegosiasikan nilai provisi ini menjadi lebih rendah.
3. Pengurusan Notaris (PPAJB/AJB)
Ketika melakukan transaksi jual beli dan pengikatan, KPR misalnya, maka nasabah akan berhubungan dengan seorang notaris yang tugasnya akan membuat akta tersebut. Notaris ini biasanya adalah notaris yang ditunjuk oleh pengembang akan tetapi biaya notaris tersebut akan dibebankan ke kreditur.
Besaran biaya notaris juga bervariasi. Tetapi karena notaris ini biasanya sudah dikenakan harga paket maka biaya notarisnya tidak akan menjadi terlalu mahal atau tidak dikenakan dari persentase nilai property tersebut.