Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) blak-blakan soal duduk perkara kasus ganti rugi tanah Tommy Soeharto. Anak Presiden ke dua RI itu menggugat kementerian soal ganti rugi tanahnya di proyek jalan tol Depok-Antasari.
Menurut juru bicara Kementerian ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi kasus bermula saat pemerintah mau membebaskan tanah untuk proyek jalan tol Depok-Antasari. Salah satu tanah yang dibebaskan adalah milik Tommy Soeharto.
Taufiqulhadi menegaskan dalam proses penentuan harga ganti rugi lahan pemerintah sudah melakukan secara adil, bahkan melibatkan tim penilai independen. Bahkan, masyarakat juga sempat diajak diskusi soal harga tanah yang akan dibebaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taufiqulhadi menyatakan harga tanah saat itu sudah disetujui semua pihak. Dia juga menegaskan semua uang ganti rugi sudah diterima oleh pemilik lahan yang dibebaskan, hanya petak lahan atas Tommy Soeharto saja yang mandek. Taufiqulhadi menyebut Tommy tak terima dengan besaran harga ganti rugi tanah untuk jalan tol.
"Tapi dia anggap ganti rugi itu kurang ternyata, pemerintah mau gimana lagi? Nggak bisa lagi naikkan, semua pihak setuju kok. Pak Tommy akhirnya bawa ke pengadilan karena nggak terima," ungkap Taufiqulhadi kala dihubungi detikcom, Senin (7/6/2021).
Di sisi lain, pihak Tommy sendiri beranggapan, pihak Kementerian ATR/BPN tidak melibatkan pihaknya dalam rangka penentuan harga. Maka dari itu harga yang ditetapkan dinilai tidak sesuai. Atas hal tersebut, pihak Tommy menggugat pemerintah dengan nilai gugatan Rp 56 miliar.
"Bahwa tanah dan di sana ada bangunan melekat di atasnya, beserta sarana pelengkap telah dihitung oleh para tergugat tanpa melibatkan penggugat, tanpa prosedur yang benar, dan tanpa persetujuan dan sepengetahuan penggugat dengan cara melibatkan lagi pihak yang dalam putusan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung tersebut kalah dan terbukti menyerobot hak milik penggugat," kata kuasa hukum Tommy, Victor Simanjuntak dalam persidangan yang dilakukan pagi tadi di PN Jakarta Selatan.
Kembali ke Taufiqulhadi, soal klaim tidak dilibatkan menurutnya tidak tepat. Saat itu, semua pemilik lahan telah diundang oleh pihaknya dalam penentuan harga lahan. Hanya saja, memang saat proses penetapan dan penghitungan harga ganti rugi tanah petak tanah milik Tommy sedang bersengketa.
Karena ketidakjelasan pemilik, BPN memilih jalur konsinyasi, alias menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan untuk tanah milik Tommy yang diketahui bersengketa. Saat proses sosialisasi penentuan harga tanah pun BPN tak bisa mengundang kedua belah pihak yang bersengketa.
"Karena dianggap harus dibangun segera tol Antasari ini, maka pemerintah titipkan uang di pengadilan sesuai hasil tim penilai independen, karena kan itu dia tanahnya sengketa. Nah harganya ini semua pihak itu sudah setuju. Seharusnya memang pak Tommy ini ambil Saja uang di pengadilan yang dititip pemerintah, itu disebut konsinyasi," ungkap Taufiqulhadi.
"Saya jelaskan, dia itu tanahnya lagi berperkara waktu itu, dengan siapa lantas yang mau hadir (saat penentuan harga). Tanah itu saat diskusi harga memang sedang berperkara," lanjutnya menjelaskan.
Saat pembangunan jalan tol berjalan, Tommy disebut Taufiqulhadi baru menyelesaikan sengketa atas petak tanahnya tersebut. Sementara itu harga sudah diketok palu alias ditetapkan, ketetapan pun berlaku surut dan tidak bisa lagi berubah. Sedangkan Tommy Soeharto tak terima dengan jumlah harga ganti rugi tanahnya.
"Setelah tol berjalan, jadi, baru dimenangkan oleh Tommy (sengketa tanahnya). Ya kalau begitu sudah nggak bisa balik lagi dong kita tentukan harga, keputusan harganya sudah berlaku surut," papar Taufiqulhadi.