Pemerintah telah membentuk BP Tapera untuk menghimpun dan menyediakan pendanaan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Lalu, bagaimana pengelolaanya?
Deputi Komisioner BP Tapera Bidang Pemupukan Dana, Gatut Subadio mengatakan, pengelolaan dana yang dihimpun dari masyarakat yang menjadi anggota BP Tapera diawasi oleh beberapa institusi yang tergabung dalam Komite Tapera, yang terdiri dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), dan unsur profesional.
"Pengelolaannya dilakukan dengan transparan yang melibatkan banyak pihak dengan memegang teguh tata kelola pemerintahan yang kredibel," kata Gatut dalam keterangannya, Selasa (29/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, masyarakat yang menjadi peserta BP Tapera nantinya akan ditawarkan pilihan dua jenis kontrak yakni Kontrak Pengelolaan Dana Tapera (KPDT) yaitu KPDT konvensional dan KPDT syariah. Dia bilang, cara kerja KPDT mirip dengan reksa dana.
"KPDT pengelolaannya mirip reksadana karena disertai dengan manajer investasi. Masyarakat yang telah menjadi peserta dapat memantau perkembangan uang atau saldonya secara mandiri dari waktu ke waktu, sebagai bentuk transparansi" katanya.
Direktur Sistem Manajemen Investasi Kemenkeu Ludiro mengatakan, kehadiran BP Tapera merupakan salah satu respons pemerintah atas minimnya kepemilikan rumah oleh sebagian besar masyarakat. Di saat bersamaan, kemampuan APBN terbatas untuk menjamin ketersediaan rumah layak bagi masyarakat.
Ludiro juga menyebut bahwa sektor perumahan berpotensi memiliki efek ekonomi yang besar terhadap PDB yakni sekitar 0,6 hingga 1,4%.
"Selain itu, sektor ini juga mempunyai multiplier effect pada sekitar 174 sektor ekonomi lainnya, dan tentu saja, penyerapan tenaga kerja," katanya.
Oleh sebab itu, Kementerian Keuangan memberikan dukungan penuh terhadap BP Tapera, mulai dari modal awal sebesar Rp 2,5 triliun, hingga berbagai intervensi fiskal yang diperlukan agar masyarakat lebih terbantu dalam mengakses program rumah murah. Ada pun intervensi yang dimaksud antara lain ialah insentif perpajakan, penyertaan modal negara, subsidi uang muka (SBUM), subsidi selisih bunga, fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), dan lain-lain.
Baca juga: Mau KPR Bunga Fix hingga 30 Tahun? |