Waga DKI Jakarta bakal dilarang menggunakan air tanah untuk mencegah tenggelamnya Ibu Kota negara. Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti mengatakan pemerintah pusat telah mengimbau kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyediakan air minum baku untuk masyarakat.
"Hal ini karena Jakarta tidak punya sumber air baku. Makanya masyarakatnya masih pakai air tanah," kata dia dalam konferensi pers di Kantor Kementerian PUPR, Senin (4/10/2021).
Menanggapi hal itu, Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna menjelaskan ada sederet upaya yang harus dilakukan Pemprov DKI. Untuk mencapai target 100% menggunakan air dari Perusahaan Air Minum (PAM), Pemprov DKI harus memetakan target per wilayah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jakarta Timur misalnya sudah berapa persen (menggunakan air PAM), misal 75% berarti 25%-nya harus ditarget selesai dalam waktu 2 tahun. Lalu Jakarta Utara bagaimana. Apalagi daerah-daerah yang sudah terdapat inklusi air laut. Itu sudah tidak layak minum," kata dia kepada detikcom, Selasa (5/10/2021).
Kemudian, tantangan selanjutnya mengenai pembangunan pipa untuk air PAM itu. Karena 30%-40% wilayah di DKI masih tergolong wilayah padat dan kumuh.
"Kalau pembangunan pipanya di kawasan padat dan kumuh itu berat, kita lihat rumah di depan, belum tentu rumah bisa masuk sambungan pipanya. Kalau untuk perumahan yang formal dan tata letaknya sudah bagus mungkin bisa mencapai target itu," jelasnya.
Lalu, bagaimana penyediaan air PAM untuk industri yang memerlukan air yang cukup banyak, misalnya perhotelan hingga apartemen.
"Yang berat lagi bagaimana dengan perhotelan, apartemen, pusat perbelanjaan itu kebutuhan airnya besar. Bisa nggak? Itu harus bisa dipompa hingga ke lantai atas. Jadi harus membangun semacam kolam penampungan di bawah. Pertanyaannya ada nggak lahannya, hotel mau nggak buat itu?" tuturnya.