Direktur Barang Milik Negara Encep Sudarwan mengungkapkan saat ini Indonesia memiliki total aset atau total barang milik negara senilai Rp 11.000 triliun. Aset tersebut tersebar di Kementerian dan Lembaga dalam bentuk barang atau investasi.
"Sekarang aset kita sudah Rp 11.000 triliun, Rp 6.000 triliun barang milik negara (BMN) berupa bangunan dan sebagainya. Nanti karena nilainya tinggi dia membentuk opini," kata Encep dalam acara Bincang Bareng DJKN, Jumat (26/11/2021).
Dia menjelaskan, aset atau barang milik negara itu diperoleh dari dua sumber yakni APBN dan perolehan lain yang sah. Yang dimaksud perolehan yang sah bisa berupa sumbangan, perjanjian/kontrak, ketentuan perundang-undangan dan putusan pengadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"BLBI juga (termasuk sumber BMN) itu kan karena ada pelanggaran peraturan dan kita manfaatkan dengan cara dihibahkan kepada Kementerian dan Lembaga. Kemarin kan ke Bogor dan K/L ya," ujarnya.
Lebih lanjut, secara rinci aset yang berjumlah fantastis itu terdiri dari aset tetap sebesar Rp 6 triliun, aset lancar sebesar Rp 665 triliun, aset investasi sebesar Rp 3,1 triliun dan aset lainnya sebesar Rp 1,2 triliun.
Aset tetap di dalamnya berupa tanah, gedung, bangunan kantor, jalan, jembatan, sekolah, kendaraan, infrastruktur, bendungan, dan lain-lain. Sedangkan aset lainnya berupa kemitraan.
"Mungkin Bu Menteri (Sri Mulyani) sering ngomong aset itu harus berkeringat, nah sekarang kita aset itu yang tidak optimal itu akan kita sewakan, kita pinjam-pakaikan dan segala macam," tuturnya.
"Nah hati ini melihat dimana saja aset itu? Di kementerian PUPR. Saya sengaja menampilkan ini, PUPR itu pasti bikin jalan, jembatan, pelabuhan, bendungan dan sebagainya. Dan yang paling besar di antara kementerian lain," sambung Encep.
Dari bahan paparannya, Kementerian PUPR menempati posisi tertinggi pertama dengan kepemilikan aset senilai Rp 1.937 triliun, Kemhan, Rp 1.742 triliun, Kemsetneg sekitar Rp 600 an triliun, Kemhub Rp 515 triliun, Kemdikbud Rp 421 triliun, Polri Rp 302 triliun dan Kemenkeu Rp 114 triliun.
Encep mengatakan, keberadaan BMN dinilai sangat penting karena proporsinya yang signifikan dalam neraca. "Hasil evaluasi kemarin makin tertib administrasi, hukum fisik dan nilainya. Dan sekarang kan lagi fokus proyek infrastruktur strategis nasional segala macam itu kan pasti menggunakan BMN, hasilnya (juga) berupa BMN," pungkasnya.
(zlf/zlf)