Bangun Ibu Kota Baru Pakai Uang Rakyat, Program Penting Lain Jangan Dilupakan

Bangun Ibu Kota Baru Pakai Uang Rakyat, Program Penting Lain Jangan Dilupakan

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 18 Jan 2022 17:26 WIB
Presiden Joko Widodo resmi memilih Provinsi Kalimantan Timur sebagai ibu kota negara Indonesia yang baru. Lalu bagaimana nasib Jakarta?
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Pemerintah diwanti-wanti agar pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) tak membuat anggaran untuk program lain dikorbankan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai pembangunan IKN sangat mungkin memaksa pemerintah melakukan realokasi anggaran.

Dia berpendapat Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) yang disahkan untuk menjadi UU di Rapat Paripurna hari ini terkesan dipaksakan dan diburu-buru agar pemerintah bisa mencairkan anggaran IKN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Undang-undang ini dipercepat agar menjadi landasan pemerintah mengeluarkan anggaran untuk APBN revisi di tahun 2022. Menurut saya ini pertama tidak pas dengan situasi kita masih COVID, kemudian kemungkinan akan ada perubahan untuk refocusing terutama untuk ibu kota baru karena dengan ini disahkan otomatis menjadi dasar untuk pengeluaran APBN untuk ibu kota baru," katanya kepada detikcom, Selasa (18/1/2022).

Dia melihat bahwa skenario pendanaan IKN berubah karena terjadi peningkatan pada porsi pendanaan APBN. Alhasil anggaran untuk program-program di daerah lain bisa-bisa dikorbankan sehingga program prioritas nasional yang ada di wilayah lainnya terancam tertunda. Bila tidak, penambahan utang terancam akan kembali naik.

ADVERTISEMENT

"Apalagi sekarang kondisinya adalah kita sudah nggak nambah defisit sampai 2023 sampai 3% (terhadap PDB), sudah tidak dimungkinkan nambah utang lagi lebih besar, ketika tidak nambah utang ya gimana caranya duitnya akhirnya realokasi anggaran pemerintah termasuk bagi daerah," tutur Tauhid.

Dia mengingatkan pemerintah agar jangan mengutak-atik pos anggaran untuk transfer ke daerah dan dana desa demi memuluskan pembangunan IKN.

"Saya kira karena itu kan untuk pemerataan dan keadilan bagi daerah-daerah lain di seluruh Indonesia," sebutnya.

"Yang kedua adalah alokasi anggaran untuk proyek strategis nasional itu juga jangan dikurangi. Saya kira karena itu kan sudah janji ke daerah bahwa itu proyek pemerintah pusat yang akan dibangun di daerah, itu jangan sampai dikurangi. Kalau anggaran untuk infrastruktur dikurangi ya otomatis terjadi nanti ketidakmerataan pembangunan," sambung Tauhid.

Dia juga menilai bahwa anggaran untuk program bantuan sosial termasuk yang dialokasikan dalam program pemulihan ekonomi (PEN) bisa-bisa dikorbankan untuk mendanai pembangunan IKN.

"Kita nggak tahu ini nanti seberapa besar perubahannya di 2022-2023, kan belum ada sumber dananya disebutkan di APBN berapa PEN itu, ya mungkin persiapannya hanya baru berapa triliun ya, tapi saya kira kalau undang-undang (IKN) ditetapkan pasti akan ada perubahan besar di skenario anggarannya," tambahnya.

Tauhid juga menilai ada beberapa faktor yang dapat membuat porsi APBN dalam pembangunan IKN membengkak.

Setidaknya alternatif pembiayaan IKN bersumber dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), BUMN, serta pendanaan swasta.

"Yang benar-benar riil tidak turut campur tangan (APBN) adalah swasta, sementara BUMN dan KPBU itu masih ada turut andil pemerintah. Nah khawatir bahwa sebenarnya mayoritas nanti di kemudian hari anggaran pembangunan ibu kota baru itu adalah sumbernya dari APBN," tuturnya.

Lebih lanjut, porsi swasta dalam pendanaan APBN pun bisa jadi sangat kecil karena proyek tersebut dianggap tidak terlalu menguntungkan. Sebab, IKN sebagai pusat pemerintahan memiliki fungsi ekonomi yang relatif kecil.

"Ketika fungsi ekonomi kecil, multiplier ekonominya kecil. Kalau multiplier ekonomi kecil umumnya multiplier ke finansialnya juga relatif lama. Akhirnya swasta akan hitung-hitung, agak lama jauh dari perkiraan pemerintah, bahwa balik modalnya itu jauh lebih lama. Saya kira swasta akan menjadi kurang tertarik," paparnya.

Industri yang berada di sana juga menurutnya kurang menarik khususnya untuk industri padat karya lantaran upah buruhnya sudah kemahalan. Jika peran swasta kecil untuk mendanai IKN maka kebutuhan APBN akan meningkat.

"Saya kira itu menjadi masalah di kemudian hari sehingga lagi-lagi pemerintah akan menjadi off taker seluruh pembiayaan, jadi pengaman," tambahnya.


Hide Ads