Padahal, menurutnya voting tawaran perdamaian sudah dilakukan selama 4 kali, 3 kali voting sebelumnya mayoritas pembeli menolak tawaran perdamaian.
"Ini tuh proposal ada 4 kali, 3 kali mayoritas menolak. 3 kali voting kita menolak. Cuma pendekatan lah mereka satu-satu," kata Erick.
Kebanyakan yang setuju pun merupakan orang yang sudah melunasi unit apartemennya. Mereka tak lagi punya tanggungan tagihan, di pikirannya hanya mencari cara agar proyek bisa jalan lagi dan tidak mangkrak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang setuju itu beragam memang ada yang sudah lunas, dia merasa gue setuju nggak setuju, gue udah nggak punya tanggungan. Logikanya di situ. Akhirnya mendingan setuju," sebut Erick.
Erick bilang pihaknya sendiri tak mempermasalahkan bila banyak yang memilih setuju. Menurutnya, bagi mereka yang memilih setuju sudah menjadi hak-hak masing. "Kita silakan itu. Nggak masalah, semua punya hak," katanya.
Cuma yang jelas, beberapa orang nyatanya bingung dan kaget dengan hasil proposal perdamaian. Bahkan, puluhan orang juga bersurat langsung mempertanyakan hasil tawaran perdamaian ke pengembang.
"Banyak juga yang akhirnya mereka yang menerima Proposal Perdamaian ini banyak yang bingung dan kaget. Mereka minta dibikinin surat keras ke PDS," sebut Erick.
Lalu sebenarnya mengapa Proposal Perdamaian disebut merugikan oleh para pembeli yang menolak?
Erick menjelaskan salah satu yang jadi masalah utama adalah tidak jelasnya investor yang masuk ke dalam PDS. INPP sebagai investor baru diragukan bisa meneruskan proyek Apartemen 45.
Banyak kejanggalan yang dinilai Erick dan kawan-kawan meragukan INPP. Maka dari itu dia bilang proposal damai dari pengembang merugikan pembeli.
Kejanggalan terjadi ditemukan saat pihak Erick melakukan due diligence alias survei terhadap INPP. Pihaknya menilai modal dari INPP untuk melanjutkan proyek tidak jelas. Bahkan, INPP mengakuisisi PDS pun cuma dengan modal Rp 1 juta.
"Di situ kita kaget, INPP itu cuma kasih Rp 1 juta beli saham ke PDS. Padahal PDS aja setoran modalnya Rp 78 miliar. Belum lagi apartemen kita aja asetnya bisa Rp 2-3 t," ungkap Erick.
Dari situ Erick dan kawan-kawan mulai ragu dengan INPP makanya dia dan 210 orang lainnya menolak penawaran Perjanjian Perdamaian PKPU yang salah satu isinya adalah masuknya INPP.
Dia bilang tidak ada jaminan yang jelas dari INPP bisa melanjutkan proyek. Modal yang disetor pun cuma Rp 1 juta ke PDS sebagai developer apartemen.
"Lu tunjukin punya modal dong. Modalnya nggak ada. Cuma ada satu dokumen isinya penjaminan INPP bisa lanjutkan apartemen ini," ungkap Erick.
Bahkan, Erick pun bertanya-tanya, sebagai perusahaan terbuka mengapa INPP sampai mau mengakuisisi PDS yang memiliki proyek mangkrak. Bahkan, PDS juga disebut punya utang sampai US$ 25 juta dari pihak luar negeri.
"Sebagai perusahaan terbuka kok bisa-bisanya dia ambil PDS yang asetnya bermasalah? Ada utang luar negeri 25 juta dolar. Kok nggak meyakinkan? Kami jadi nggak percaya," ungkap Erick.
Simak Video "Video: Detik-detik Polisi Gerebek Apartemen di PIK, Sita 10 Kg Sabu"
[Gambas:Video 20detik]
(fdl/fdl)