Tawaran Damai Pengembang Antasari 45 Merugikan, Kok Ada Pembeli yang Setuju?

Tawaran Damai Pengembang Antasari 45 Merugikan, Kok Ada Pembeli yang Setuju?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 21 Jan 2022 18:45 WIB
Apartemen 45 Antasari
Foto: Apartemen 45 Antasari (M Fakhry Arrizal/detikcom)
Jakarta -

Mangkraknya apartemen Antasari 45 bikin pengembang dituntut pailit. Meski begitu, PT Prospek Duta Sukses (PDS) berhasil menawarkan proposal Perjanjian Perdamaian dan disetujui oleh mayoritas pembelinya.

Namun, para pembeli yang menolak proposal damai itu menilai apa yang ditawarkan pengembang sebetulnya tidak menguntungkan. Pasalnya, penawaran itu tak memberikan jaminan proyek Apartemen 45 bakal selesai, ataupun pengembalian uang para pembeli.

Lalu mengapa banyak pembeli yang setuju dengan tawaran damai pengembang?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut salah satu dari 210 pembeli Apartemen 45 yang menolak proposal perdamaian, Erick Herlambang, banyak pembeli yang sebetulnya kebingungan dengan tawaran perdamaian yang diberikan. Di sisi lain pihak pengembang juga menggembar-gemborkan investor baru yang disebut kompeten dan mampu menyelamatkan proyek apartemen.

Memang, dari hasil proposal perdamaian tersebut sebuah perusahaan terbuka bahkan tercatat di Bursa Efek Indonesia masuk menjadi investor dan mengambil alih PDS. Tepatnya, perusahaan itu adalah PT. Indonesian Paradise Property Tbk (kode saham INPP).

ADVERTISEMENT

"Mereka ini mempromosikan kalau investor baru yang masuk adalah perusahaan besar, tbk, duitnya banyak, orangnya kompeten. Nah sebagian teman-teman yang kurang paham PKPU bilang ini juru selamat, mereka setuju lah," ungkap Erick ditemui di Pacific Place, Jakarta Selatan, Jumat (21/1/2022).

Belum lagi, menurut Erick, sederet rayuan juga diberikan pengembang kepada pembeli agar memilih setuju dengan proposal perdamaian yang ditawarkan. Misalnya saja, tawaran bila mau melunasi unitnya lagi setelah INPP mengambil alih maka unit apartemennya akan diberikan tambahan furnitur.

"Yang terjadi waktu pelaksanaan itu juga dia diimingi gimmick kalau Anda lunasi Anda akan dapat unit yang ada furniture-nya dengan harga Rp 150 juta. Teman-teman ini 'ditakutin' kalau nggak bilang yes unitnya itu bakal hilang," ungkap Erick.

Padahal, menurutnya voting tawaran perdamaian sudah dilakukan selama 4 kali, 3 kali voting sebelumnya mayoritas pembeli menolak tawaran perdamaian.

"Ini tuh proposal ada 4 kali, 3 kali mayoritas menolak. 3 kali voting kita menolak. Cuma pendekatan lah mereka satu-satu," kata Erick.

Kebanyakan yang setuju pun merupakan orang yang sudah melunasi unit apartemennya. Mereka tak lagi punya tanggungan tagihan, di pikirannya hanya mencari cara agar proyek bisa jalan lagi dan tidak mangkrak.

"Yang setuju itu beragam memang ada yang sudah lunas, dia merasa gue setuju nggak setuju, gue udah nggak punya tanggungan. Logikanya di situ. Akhirnya mendingan setuju," sebut Erick.

Erick bilang pihaknya sendiri tak mempermasalahkan bila banyak yang memilih setuju. Menurutnya, bagi mereka yang memilih setuju sudah menjadi hak-hak masing. "Kita silakan itu. Nggak masalah, semua punya hak," katanya.

Cuma yang jelas, beberapa orang nyatanya bingung dan kaget dengan hasil proposal perdamaian. Bahkan, puluhan orang juga bersurat langsung mempertanyakan hasil tawaran perdamaian ke pengembang.

"Banyak juga yang akhirnya mereka yang menerima Proposal Perdamaian ini banyak yang bingung dan kaget. Mereka minta dibikinin surat keras ke PDS," sebut Erick.

Lalu sebenarnya mengapa Proposal Perdamaian disebut merugikan oleh para pembeli yang menolak?

Erick menjelaskan salah satu yang jadi masalah utama adalah tidak jelasnya investor yang masuk ke dalam PDS. INPP sebagai investor baru diragukan bisa meneruskan proyek Apartemen 45.

Banyak kejanggalan yang dinilai Erick dan kawan-kawan meragukan INPP. Maka dari itu dia bilang proposal damai dari pengembang merugikan pembeli.

Kejanggalan terjadi ditemukan saat pihak Erick melakukan due diligence alias survei terhadap INPP. Pihaknya menilai modal dari INPP untuk melanjutkan proyek tidak jelas. Bahkan, INPP mengakuisisi PDS pun cuma dengan modal Rp 1 juta.

"Di situ kita kaget, INPP itu cuma kasih Rp 1 juta beli saham ke PDS. Padahal PDS aja setoran modalnya Rp 78 miliar. Belum lagi apartemen kita aja asetnya bisa Rp 2-3 t," ungkap Erick.

Dari situ Erick dan kawan-kawan mulai ragu dengan INPP makanya dia dan 210 orang lainnya menolak penawaran Perjanjian Perdamaian PKPU yang salah satu isinya adalah masuknya INPP.

Dia bilang tidak ada jaminan yang jelas dari INPP bisa melanjutkan proyek. Modal yang disetor pun cuma Rp 1 juta ke PDS sebagai developer apartemen.

"Lu tunjukin punya modal dong. Modalnya nggak ada. Cuma ada satu dokumen isinya penjaminan INPP bisa lanjutkan apartemen ini," ungkap Erick.

Bahkan, Erick pun bertanya-tanya, sebagai perusahaan terbuka mengapa INPP sampai mau mengakuisisi PDS yang memiliki proyek mangkrak. Bahkan, PDS juga disebut punya utang sampai US$ 25 juta dari pihak luar negeri.

"Sebagai perusahaan terbuka kok bisa-bisanya dia ambil PDS yang asetnya bermasalah? Ada utang luar negeri 25 juta dolar. Kok nggak meyakinkan? Kami jadi nggak percaya," ungkap Erick.




(fdl/fdl)

Hide Ads