Pemberian bantuan dan kemudahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau rumah subsidi untuk masyarakat saat ini masih pekerjaan rumah bagi Pemerintah.
Pemerintah bertugas membuat harga rumah menjadi terjangkau, untuk masyarakat yang memang dari tingkat ekonominya kurang. Sehingga, melalui program rumah subsidi itu, harapannya bisa membuat semua orang punya akses yang sama untuk memiliki rumah, dengan harga terjangkau. Sebagaimana hak warga negara, yang telah tertuang dalam Undang-undang.
Namun, mengapa rumah FLPP makin lama makin jauh?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan hal itu terjadi karena ada faktor pembentukan harga rumah FLPP agar sesuai dengan ketentuan pemerintah.
"Itu kan pertama melihat fakta. Makin lama makin jauh, karena pembentuk harga rumah itu ada biaya konstruksi, ada harga tanah dan harga lain-lain, izin juga," kata Herry kepada detikcom, Minggu (14/4/2022).
Ia menjelaskan alasan yang paling dominan adalah pada harga tanah. Harga tanah dekat pusat kota yang naik terlalu tinggi membuat para pengembang rumah subsidi menghindari kawasan tersebut.
Alhasil, para pengembang rumah subsidi lebih memilih lokasi yang harga tanahnya lebih murah. Konsekuensinya, lokasi rumah FLPP yang dibangun jadi jauh dari pusat ekonomi.
"Harga tanahnya ini, nggak naiknya apa auto bisa going concern niatnya beli tanah di sini, harganya akan naik. Akhirnya makin lama makin jauh dan seterusnya," jelas Harry.
Meski rumah yang dibangun adalah rumah subsidi, para pengembang tetap adalah pelaku usaha. Tentu hunian yang dibangun akan tetap meperhitungkan aspek keuntungan usaha.
"Ya tadi karena dia mengoptimalkan keuntungannya dan membuat harga pokok penjualan (HPP)nya tadi masuk dengan capability, dengan kemampuan si masyarakat tadi. Kalau makin nggak terlalu tinggi, makin nggak menjangkau akhirnya. Untuk mempertahankan sepertiga pendapatanya tadi kan, carilah raga tanah yang masih masuk di sini," tandas dia.
(dna/dna)