Pemerintah Cari 'Ramuan Mujarab' Biar Rumah Subsidi Nggak Kejauhan

Pemerintah Cari 'Ramuan Mujarab' Biar Rumah Subsidi Nggak Kejauhan

Kholida Qothrunnada - detikFinance
Minggu, 17 Apr 2022 20:00 WIB
Foto aerial perumahan subsidi di Kelurahan Pesurungan, Tegal, Jawa Tengah, Jumat (7/2/2020). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bekerjasama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai penyalur KPR Subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), mengalokasikan anggaran untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2020 sebesar Rp11 triliun untuk memfasilitasi 102.500 unit rumah. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/pd.
Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Selanjutnya adalah dengan menciptakan demand. Ia menjelaskan, selama ini penjualan rumah subsidi dilakukan terbuka, yang penting calon pembeli memenuhi persyaratan. Akibatnya, calon pembeli rumah subsidi tersebar, sehingga muncul masalah lokasi kerja yang jauh dari rumah subsidi yang dibangun.

Padahal, lanjut Herry, hal itu bisa diatasi dengan penyediaan rumah berbasis komunitas. Misalnya, pembangunan rumah subsidi untuk pekerja pabrik di satu lokasi. Dengan demikian, masalah jarak dan masalah kepastian demand bisa diatasi sekaligus. Rumah subsidi yang dibangun pasti terjual karena ada kerja sama sebelumnya antara pengembang dengan pemberi kerja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah itu, yang seharusnya kita bayangkan selama ini supply itu bergerak mulai beli tanah, desain, terus sampai rumah jadi. Rumah jadi, baru dijual. Padahal lho nggak gitu, demand itu bisa kita rintis ini, " katanya.

Hal tersebut diungkapkannya akan meringankan pembiayaan bagi pihak pengembang.

ADVERTISEMENT

"Ketika dia (masyarakat) beli tanah, sudah boleh diskusi, mereka sudah terlibat. Sehingga, rumah jadi udah bisa langsung diisi gitu. Pembiayaan juga bisa lebih ringan buat si pengembang. Hal itu barangkali bisa menjadi perhatian termasuk cara ini saya tetap melihat cara ini cara yang inklusif. Nggak bisa supply-supply sendiri, itu nggak. Yang disupply ini pada akhirnya harus bisa diisi," ujar Herry.

Herry menegaskan pembangunan rumah hingga siap dihuni masyarakat, harus dilakukan dengan cara yang affordable.

"Caranya harus affordable. Harga affordable ini kan, artinya cicilan setiap bulan harus bisa sesuai dengan 30% dari pendapatanya. Sisanya bisa dimanfaatkan. Caranya yang pertama kita desain produknya dulu, mulai dari bunga. Bunga itu kan pilihan kalau ditaruh 5% pas saja, diinterpretasi yang bisanya pemerintah. Ini kan kita maunya 0%. Tapi sebetulnya bukan gitu," katanya.

Ia mengungkapkan cara tersebut bisa dikombinasikan dengan cara menabung dan rent to own (sewa lalu memiliki).

"Sebelum dia mendaftar, dia menabung dulu. Ini sebagai uang muka pada waktunya nanti. Terus mungkin dikombinasikan dengan rent to all. Sebelum waktunya, dia ini dia sewa lagi, ada bagian yang dilakukan untuk membayar DP tadi. Sehingga, porsi yang dicicilnya nanti makin kecil," jelas Herry.

Herry mengaku apabila pemerintah sudah menemukan konsepnya, cara tersebut bisa dilakukan.

"Jadi, teknik-teknik itu harus kita eksplor juga. Sehingga, intinya doubelity tadi bisa kita capai. Kalau ketemu konsep ini bisa berjalan, harusnya menurut Saya sih, kita bisa berani membangun rusun tadi dengan memastikan pembelinya," ungkap Herry.


(dna/dna)

Hide Ads