Ketua Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) DKI Jakarta, Dhani Muttaqin mengatakan, Jakarta akan meninggalkan statusnya sebagai ibu kota negara. Meski begitu, dia meyakini Jakarta akan tetap berkembang.
Riset yang dilakukan asosiasi para perencana kota (planner) itu menyebutkan bahwa di negara-negara yang sudah melakukan pemindahan ibu kota negara atau pusat pemerintahan, terbukti ibu kota lamanya tetap berkembang maju dan bertumbuh. Dia merujuk pada Malaysia, Korea Selatan, Pakistan, Australia dan negara lain yang sudah melakukan pemindahan ibu kota negara.
"Dari 10 tahun pertama hingga sekarang sejak pemindahan tersebut, tidak ada ibu kota lama yang mengalami penurunan dari segi jumlah penduduk dan ekonominya. Semuanya mampu bertahan, bahkan semakin bertumbuh. Hal itu juga akan terjadi di Kota Jakarta nantinya," ungkap Dhani, Selasa (19/4/2022).
Dia mengatakan, ada beberapa alasan Jakarta diyakini akan terus tumbuh dan berkembang. Pertama, karena Jakarta sudah memiliki basis ekonomi yang kuat yang ditopan oleh bisnis, perdagangan juga sejumlah infrastruktur yang memadai. Beberapa eks ibu kota di negara lain pun tidak tumbuh karena menjadi pusat pemerintahan.
Dampak dari sektor pemerintahan terhadap perekonomian di Jakarta selama ini hanya sekitar 3%-5%. Pasalnya, basis ekonomi Jakarta terbesar berasal dari bisnis finansial, industri, jasa, pendidikan dan pariwisata.
Kedua, dari sisi jumlah penduduk (populasi) Jakarta. Menurut Dhani, jumlah ASN yang akan dipindah ke IKN Nusantara di Penajam Paser diperkirakan hanya sekitar 500.000 orang atau sekitar 1 juta bersama keluarganya. Angka tersebut tidak signifikan untuk mengurangi jumlah penduduk Jakarta.
"Basis tersebut kami yakini akan cukup kuat menjadi struktur atau pondasi ekonomi Kota Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota pemerintahan. Jadi tidak akan decline (menurun), bahkan justru bisa semakin bertumbuh," tegas Dhani yang merupakan lulusan Jurusan Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.
IAP DKI, lanjutnya, melihat akan ada banyak dampak positif dari pemindahan ibu kota ini. Langkah ini akan mengurangi beban Jakarta dari sisi kepadatan dan kemacetan lalu lintas.
Lanjut ke halaman berikutnya
Kemudian tidak adanya aktivitas pemerintahan tentu dapat mendorong pemanfaatan lahan-lahan milik pemerintahan dialihfungsikan untuk memerluas Ruang Terbuka Hijau (RTH).
"IAP DKI justru ingin pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur itu menjadi jalan bagi Kota Jakarta untuk berbenah. Kita harus bisa memanfaatkan momentum terbaik ini," ujar Dhani.
Ada enam isu penting yang perlu dibenahi. Pertama, terkait banjir perlu dilakukan perbaikan dan pembangunan tanggul laut, dan penataan sungai baik secara struktural atau naturalisasi.
Kedua, mengurangi potensi kemacetan lalu lintas. Dikatakan Dhani, pembangunan dan pelayanan transportasi publik di Kota Jakarta saat ini sudah on the track. Baik pembangunan MRT, LRT, MRT Fase 2 (Tengah-Utara), MRT Fase 3 (Barat-Timur), serta penambahan koridor busway Trans Jakarta.
Ketiga, pengentasan kawasan kumuh. Dhani mengungkapkan, dibalik gedung-gedung pencakar langit nan megah di Jakarta, ternyata sekitar 50% merupakan kampung kota, dan 50% dari kampung kota itu adalah kampung kumuh.
"Persoalan ini juga menjadi tugas rumah yang berat yang perlu kita tuntaskan di Jakarta," ujarnya.
Isu keempat adalah penyediaan air bersih. Saat ini, baru 60% warga Jakarta yang bisa mengakses air bersih perpipaan. Kelima, soal pengelolaan air limbah baik limbah rumah tangga maupun limbah air kotor dan sampah.
Keenam, pembenahan perlu dilakukan dalam hal penyediaan permukiman terutama untuk masyarakat menengah bawah baik pendekatan melalui pengembangan Transit Oriented Development (TOD) atau pembangunan hunian vertikal.
"Kami yakin Jakarta tidak akan ditinggalkan oleh pemerintah pusat termasuk dalam hal pembangunan infrastrukturnya, karena bagaimana pun Jakarta akan tetap menjadi wajah pusat bisnis dan jasa terbesar di Indonesia yang menjadi tolak ukur terutama bagi pelaku bisnis global," pungkas Dhani.
(zlf/dna)