Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima curhatan dari nelayan yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan sertifikat tanah atas lahan yang mereka tempati bertahun-tahun karena tanah tersebut merupakan tanah oloran.
Tanah oloran memang bukan tanah biasa. Tanah oloran merupakan tanah yang muncul atau timbul di dekat pantai karena proses pengendapan lumpur atau sedimentasi yang dibawa oleh arus sungai.
Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Suyus Windayana mengatakan tanah yang timbul seperti oloran itu adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Maka, bagi nelayan yang ingin memiliki tanah tersebut atau mensertifikatkan itu bisa saja dengan syarat negara memberikannya.
"Sifatnya negara yang memberikannya. Nanti kita redistribusi," katanya kepada detikcom, Kamis (21/4/2022).
Agar negara bisa memberikan sertifikat tanah oloran, nelayan perlu mengajukan sertifikasi ke BPN setempat. Nanti tim BPN mengecek ke tanah oloran yang diajukan tersebut sebelum memberikan sertifikatnya.
Direktur Pemberdayaan Tanah Masyarakat Kementerian ATR/BPN, Andry Novijandri menambahkan nelayan bisa juga mendapatkan sertifikasi tanah oloran jika Dinas Perikanan mengusulkan.
"Nanti Dinas Perikanan setempat mengusulkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Nah, nanti Kementerian Kelautan dan Perikanan itu mempunyai hubungan kerja sama dengan BPN untuk mensertifikasi," katanya.
Sementara itu, Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi menjelaskan ada zona di tanah oloran itu yang tidak akan bisa mendapatkan sertifikasi, yakni yang masuk kawasan sempadan.
"Sempadan lautan itu tidak boleh disertifikatkan. Sekitar 100 meter dari laut kan tidak boleh diberi sertifikat. Itu adalah tanah untuk dilalui orang-orang," jelasnya.
(ara/ara)