Industri Properti Jadi Andalan Kala Ekonomi Lesu, Begini Datanya

Industri Properti Jadi Andalan Kala Ekonomi Lesu, Begini Datanya

Tim detikcom - detikFinance
Senin, 04 Jul 2022 14:34 WIB
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berhasil memenuhi komitmennya dari tanggal 25 Juni hingga 25 September 2020 telah menyalurkan kredit dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang ditempatkan di BTN sebesar Rp 5 Triliun berlipat tiga kali menjadi Rp 16,35 triliun.
Foto: dok. Bank BTN
Jakarta -

Pandemi COVID 19 menempatkan industri properti sebagai salah satu sektor usaha yang paling tahan banting. Sektor ini mengalami pertumbuhan negatif hanya di awal pandemi, atau kuartal I-2020. Setelah itu terus tumbuh positif dan terbukti menjadi motor pemulihan ekonomi nasional.

Menurut ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah, setelah menunjukkan perannya sebagai salah satu motor kebangkitan ekonomi Indonesia pasca Pandemi, sektor properti juga bisa diandalkan kembali untuk memacu ekonomi domestik. Industri properti dan turunannya bisa menjadi tumpuan di tengah kekhawatiran resesi dan perlambatan ekonomi global. "Harus diakui, sektor properti juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai PDB," kata Piter.

Menurut Piter ada 5 faktor yang membuat sektor properti berkontribusi terhadap ekonomi nasional. Pertama, padat modal, sektor perumahan merupakan sektor padat modal, mulai dari sisi pembangunan hingga pembiayaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, padat karya karena dibutuhkan sekitar 5 orang pekerja untuk pembangunan satu unit rumah atau 500 ribu pekerja untuk setiap pembangunan 100 ribu unit rumah.

Ketiga, sektor properti mendukung industri produk lokal, karena 90% bahan bangunan dalam konstruksi rumah merupakan produk lokal.

ADVERTISEMENT

Keempat, mendukung penerimaan negara karena dalam setiap rumah yang terjual menghasilkan penerimaan negara dalam bentuk pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan, bea balik nama (BBN), Pajak Bumi dan Bangunan, hingga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Kelima, sektor properti menghasilkan para wirausaha atau entrepreneur. Hal ini dilihat dari data bahwa lebih dari 7.000 pengembang yang berperan dalam penyediaan rumah di Indonesia. "Patut dicatat bahwa sektor perumahan berkontribusi terhadap PDB secara langsung diikuti dengan multiplier effect kepada 174 sektor lainnya," ujarnya.

Penjelasan lebih lengkap ada di halaman selanjutnya.

Multiplier effect atau efek domino dari sektor properti terbagi dalam 3 hal, yakni dari sisi output, income, hingga dampak terhadap pembangunan. Dampak multiplier effect ini berbeda dari setiap bank yang menyalurkan kredit ke sektor properti. Semakin tinggi multiplier effect, maka semakin tinggi efektivitas penyaluran kredit yang dilakukan.

Seperti kajian yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), dari setiap Rp 1 yang dikeluarkan untuk sektor perumahan akan menciptakan output pada ekonomi sebesar Rp 2,15. Oleh karena itu, misalkan dilakukan penempatan dana sebesar Rp 20 triliun yang disalurkan untuk sektor perumahan akan berdampak pada peningkatan output ekonomi nasional sebesar Rp 43 triliun.

Berikutnya dari sisi income multiplier, setiap Rp1 yang dikeluarkan untuk sektor perumahan akan menciptakan tambahan penghasilan pada pekerja sektor perumahan sebesar Rp0,76. Oleh karena itu, jika dilakukan penempatan dana sebesar Rp 20 triliun yang disalurkan untuk sektor perumahan akan berdampak pada peningkatan penghasilan pekerja pada sektor perumahan sebesar Rp15,2 triliun,

Sementara itu, dari sisi dampak terdapat pembangunan, KPR yang disalurkan melalui Bank BTN lebih besar dibandingkan KPR melalui bank lainnya secara nasional. KPR Bank BTN juga terbukti lebih efektif dalam menumbuhkan beberapa komponen pembentuk ekonomi nasional seperti konsumsi rumah tangga, investasi, konsumsi pemerintah dan net ekspor, serta penyerapan tenaga kerja.

"Besarnya multiplier effect dari KPR BTN, menunjukan pemerintah harus mendukung BTN dari sisi permodalan. Setiap modal yang dikeluarkan oleh pemerintah akan kembali lagi menjadi pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Piter

Penambahan modal BTN melalui skema rights issue direncanakan digelar pada tahun ini. Pemerintah pun akan ikut serta dalam rights issue ini melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2,98 triliun. Melalui PMN tersebut, maka kepemilikan pemerintah di BTN akan terjaga di 60%. "Yang paling penting dari PMN ini adalah meningkatkan kemampuan BTN dalam membiayai rumah bersubsidi ke segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Segmen inilah yang langsung menikmati tambahan modal BTN," kata Piter.

Haru Koesmahargyo, Direktur Utama BTN mengatakan penambahan modal tidak hanya memberikan dampak positif terhadap bank. Yang paling penting, tambahan modal akan meningkatkan kemampuan bank menyalurkan kredit sehingga dapat menekan angka backlog perumahan terutama di segmen MBR.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta.

"Pemerintah sangat mensupport BTN. Saat ini lebih banyak lagi masyarakat yang membutuhkan rumah yang harus didukung, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Tambahan PMN akan menambah kecepatan kami menyalurkan pembiayaan. Kalau tanpa PMN tetap bisa ekspansi tetapi akan lebih lambat," ujar Haru pada Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI pekan lalu.

Menurut hitungan BTN, setiap penambahan modal sebesar Rp 1 triliun maka akan menghasilkan kemampuan mendorong penyaluran kredit sekitar Rp 12 triliun. Dengan rencana PMN Rp 2,98 triliun yang mewakili 60% saham pemerintah di BTN maka total tambahan modal yang bisa didapat perseroan dari rights issue akan mencapai sekitar Rp 4,9 triliun.

Sehingga tambahan PMN yang diberikan pemerintah itu bisa meningkatkan kapasitas kredit hingga Rp 58,8 triliun. Angka itu didapat dengan mengkalikan Rp4,9 triliun dengan Rp 12 triliun.
"Modal atau equity merupakan harta pemegang saham yang menjadi penyangga apabila terjadi risiko kerugian kredit macet. Oleh karena itu, BTN tetap membutuhkan likuiditas dari dana masyarakat maupun pasar modal untuk melakukan ekspansi kredit," katanya.

Dalam menurunkan angka backlog perumahan, pemerintah juga memberikan bantuan likuiditas kepada perbankan lewat program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk membiayai rumah subsidi.

Dengan program itu, pemerintah memberikan bantuan likuditas dalam KPR rumah subsidi sebesar 75% dan 25% sisanya berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) bank. Tahun ini, pemerintah memberikan kuota FLPP sebanyak 200.000 unit atau senilai Rp 28 triliun. Itu meningkat dari realisasi tahun 2021 yang mencapai 178.728 unit.


Hide Ads