Pemerintah gencar mempromosikan IKN Nusantara kepada investor. Beragam insentif disiapkan, mulai dari kemudahan investasi hingga diskon pajak besar-besaran.
Pengamat menilai jika promosi yang dilakukan harus diimbangi dengan percepatan pengerjaan proyek. Sebab, jika wilayahnya masih didominasi hutan maka investor pun enggan masuk ke IKN.
"Kalau sekarang itu masih bentuknya masih hutan, diyakinkan berulang-ulang juga orang masih nunggu juga. Jadi menurut saya pemerintah confident aja dengan IKN," ujar Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah kepada detikcom, Senin (24/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Piter mengatakan, proyek investasi di IKN sebenarnya cukup menarik. Pemerintah diminta untuk percaya diri tanpa perlu banyak mengobral insentif dan diskon pajak.
Lalu terkait isu sepinya minat investasi di IKN, Piter menyebut saat ini investor memang masih menunggu. Setelah pemerintah menyelesaikan tahapan awal pembangunan IKN barulah investor mulai masuk menanamkan modal.
"Swasta itu kan baru masuk setelah pemerintah telah menyelesaikan tahapan awal dari pembangunan IKN. Tahapan awal IKN itu kan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, kemudian sudah mulai membangun gedung-gedung pemerintahan, istana presiden, istana wakil presiden, gedung kementerian," jelasnya.
Senada dengan Piter, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad berpendapat investor masih melakukan wait and see. Investor menunggu kepastian target pasar di IKN. Jika kepastian tidak didapatkan ada kemungkinan mereka akan mundur.
"Kalau kepastian dalam setelah 2024, misalnya PNS nggak masuk-masuk ke sana. Ya sudah Swasta akan mundur," ungkapnya.
Tauhid memprediksi, investor lokal bakal mendominasi ketimbang investor global. Pertimbangannya adalah pengetahuan dari sisi market yang lebih dikuasai investor lokal.
"Paling yang muncul pelaku lokal, karena udah tahu marketnya. Ketimbang pemain-pemain baru, mereka nggak tau mau bangun gimana agar costnya rendah. Jangan harap pelaku global masuk lah," pungkasnya.
(das/das)