Disarankan Sontek Aturan Properti Australia-Singapura
Menurut Steve, pemerintah Indonesia bisa mencontoh kebijakan yang diterapkan Australia dalam mengatur penjualan properti. Salah satunya yakni semua pembangunan yang masih off the plan alias beli gambar dan indent, hanya diwajibkan membayar uang muka atau deposit sekitar 5-20%.
"Pada saat pembangunan sudah selesai baru pelunasan dilakukan. Jadi resiko konsumen hanya sejumlah deposit saja. Hal ini dapat memperkecil resiko konsumen," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Steve, Panangian Simanungkalit juga menyarankan agar pemerintah RI meniru skema yang dilakukan Australia itu. Ia juga turut menyoroti aturan ketat yang diterapkan oleh pemerintah Singapura. Saking ketatnya, menurutnya para pengembang di sana hampir tidak mungkin melakukan aksi penipuan.
"Bahkan uang kamu tuh kalau pengembangnya memang nggak bisa menyelesaikan akan dikembalikan. Nggak langsung disetor ke pengembangnya. tapi ditempatkan di escrow account (rekening penampungan) yang kamu bisa ambil kalau memang kamu keberatan," katanya.
Sementara di Indonesia sendiri, menurutnya campur tangan pemerintah dalam urusan properti terbilang masih kurang, apalagi yang menyangkut perlindungan konsumen. Alhasil, posisi konsumen lemah di mata hukum.
"Posisi hukum antara pengembang dengan konsumen tidak diatur sedemikian di Indonesia. Sehingga kalau membeli properti dengan gambar (belum jadi), udah nggak mungkin menang. Karena hukumnya tidak melindungi kepentingan kamu sebagai pembeli," katanya.
"Ada kekosongan hukum di bidang perumahan, ada kekosongan lembaga. Itu yang membuat persoalan perumahan dalam 8 tahun ini sangat kacau. Persoalannya sangat basic. Kalau UU tidak dieksekusi, dan tidak buat orang masuk penjara, ya tidak akan ada yang patuh. Tidak bisa membuat orang takut," sambungnya.
(dna/dna)