Bayang-bayang resesi dan perlambatan ekonomi kini masih menjadi ancaman. Namun, ada satu sektor yang diyakini akan kebal dan tetap tumbuh positif.
Direktur Rumah Umum dan Komersial Ditjen Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Fitrah Nur mengatakan, sektor properti bisa dilang akan kebal terhadap dampak resesi dunia. Bahkan saat pandemi saja, menurutnya sektor ini tetap tumbuh positif.
"Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia masih 5 persen dan kalau dilihat sektor properti kondisi yang paling berat pun di masa pandemi masih bertumbuh positif," kata di Jakarta ditulis Rabu (1/3/2023).
Dia meyakini, sektor properti tahan banting terhadap guncangan ekonomi. Apalagi, kata dia, hal itu didorong dengan permintaan sektor properti dari generasi milenial yang kian tumbuh.
"Tentu hal ini memperlihatkan bahwa apapun kondisinya perumahan itu perlu. Apalagi sekarang definisi perumahan bukan lagi konvensional," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menjelaskan, salah satu program pemerintah di sektor properti yang mendorong hal ini adalah rumah subsidi.
"Rumah bersubsidi dengan bantuan keuangan yang sangat luar biasa, tingkat suku bunga yang rendah, memberikan kesempatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki hunian yang layak," kata Misbakhun.
Misbakhun mengatakan, berkat program rumah subsidi yang digalakkan pemerintah melalui Kementerian PUPR membuat tidak ada lagi istilah rumah sangat sederhana (RSS) untuk masyarakat Indonesia. Melalui program itu juga, lanjut dia, para pengusaha properti turut terbantu dalam mengembangkan tempat tinggal layak huni.
"Ini program yang sangat signifikan mengangkat banyak masyarakat pada situasi standar baru kepemilikan rumah. Terobosan PUPR yang menurut saya luar biasa programnya memberikan standar baru," kata Misbakhun.
Untuk diketahui, demi mendorong pemulihan di sektor properti, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan relaksasi antara lain kelonggaran LTV/FTV, kebijakan rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM), kebijakan insentif makroprudensial dan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK).
Direktur Direktur Kepala Group dan Korporasi dan Rumah Tangga BI, Evie Sylviani mengatakan kelonggaran LTV/FTV menjadi salah satu kebijakan yang dapat disesuaikan dengan kondisi makro ekonomi.
"Kebijakan ini berupa melonggarkan rasio menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF di bawah 5 persen, dan kebijakan ini telah kami perpanjang sampai 31 Desember 2023," kata Evie.
Kepala Divisi Non Subsidized Mortgage Division BTN, M Yud Penta mengatakan, tanggapan pasar terkait kondisi ekonomi Indonesia saat ini beragam. Masih ada yang menganggap saat ini masih resesi, ada yang bilang tidak, bahkan ada yang bilang bahwa masa-masa resesi telah berakhir.
"Tapi semua ini membuat kita tetap untuk berjaga-jaga selalu mengantisipasi. Kami punya moto, resesi tidak resesi, yang penting realisasi di sektor properti tetap tumbuh," kata Penta.
Simak Video " Bisnis F&B Hingga Properti Pontesial Cuan di 2023"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)