Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Junaidi Abdillah menyebut banyak pengembang mengalihkan atau meninggalkan proyek perumahan subsidi ke perumahan komersil. Ia menyebut banyak pengembang lelah mengurusi rumah subsidi.
"Tapi setiap diskusi itu selalu mencuat (harga rumah subsidi). Cape ngurusin rumah subsidi katanya," terang Junaidi dalam diskusi media Indonesia Housing Creative Forum (IHCF) di Resto Es Teler 77, Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Pengembang mulai mencanangkan perpindahan rumah subsidi ke komersil satu tahun lalu. Junaidi menyinggung beratnya ongkos pengeluaran akibat kenaikan harga material.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kelihatan di 2023, banyak pengembang beralih mulai meninggalkan rumah KPR subsidi karena memang untuk membangun saja kembali itu sudah tidak bisa dilaksanakan, karena tidak menutup harga material," ujarnya.
Menurutnya hal ini justru merugikan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang membutuhkan hunian. Ia menuntut pemerintah mengeluarkan regulasi untuk mengatur kenaikan harga rumah subsidi setiap tahun. Apalagi harga rumah subsidi tidak naik selama 3,5 tahun.
"Kalau situasi seperti ini, banyak pengembang naik kelas dengan keterpaksaan. Rumah subsidi dipoles, dinaikkan kualitasnya, akhirnya dijadikan rumah komersil. Efeknya berimbas pada masyarakat tadi," bebernya.
Junaidi menyinggung tingkat inflasi yang terus naik setiap tahun, dan berharap kenaikan harga rumah subsidi disesuaikan dengan inflasi. Selama ini batasan harga rumah subsidi diatur Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) No. 242/KPTS/M/2020 pada Maret 2020.
"Kalau kita lebih mudah, udah sesuaikan saja dengan inflasi. Kalau inflasi tahun ini segitu ya udah segitu lah," pungkasnya.
(zlf/zlf)