Untuk para penyuka Film Smurf pastinya sudah tak asing lagi dengan rumah-rumah berbentuk jamur di kawasan Bardineto, Liguria, Italia, atau yang dikenal dengan 'Desa Smurf'. Kini, salah satu rumah tersebut dijual dengan harga 94,8 ribu poundsterling atau setara Rp 1,75 miliar (kurs Rp 18.500)
Sebagaimana melansir London Evening Standard, Jumat (18/5/2023), rumah-rumah di kawasan tersebut dikenal sebagai Il Villagio dei Puffi alias Desa Smurf lantaran kemiripannya dengan pondok jamur fiksi yang ada pada film berisikan oleh orang-orang kecil berwarna biru itu.
Rumah ini dijual dengan harga yang relatif terjangkau, bila dibandingkan dengan harga rata-rata flat satu kamar tidur di kawasan London yang harga jualnya menyentuh angka 289,3 ribu poundsterling atau setara Rp 5,35 miliar. Nominal tersebut sekitar tiga kali dari harga 'rumah jamur' itu.
'Rumah-rumah jamur' di desa ini dibangun pada era 60 s.d 70-an oleh Mario de Bernardi. Ia menggabungkan kecintaannya pada jamur dan batu dalam pembangunan rumah tersebut. Secara keseluruhan, lahan tempat 'rumah jamur' ini berdiri memiliki luasan 1,5 hektar. meliputi area barbekyu, gudang kayu, dan halaman luar.
Sementara itu, rumah ini memiliki ukuran 915 m2 ft yang terdiri atas dua lantai. Di bagian bawah, terdapat ruang tamu melingkar, kamar mandi, area utilitas, ruang makan dan dapur, lengkap dengan tungku pizza. Sementara di lantai duanya ada kamar tidur beserta kamar mandi.
"Bagi mereka yang menyukai ketenangan dan bermimpi bisa tinggal di desa dongeng, ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan," tulis agen Vendocasa filiale di Loano, dalam iklan penjualan rumah tersebut.
Selain itu, agen penjual juga mencantumkan lima alasan untuk membeli properti unik tersebut. Antara lain lokasinya yang berada di desa terkenal damn berkarakter, individualitas properti, pemandangan yang tidak biasa, serta kondisi rumah tersebut yang baru saja direnovasi.
Di sisi lain, para pembeli rumah ini harus berhadapan dengan rasa penasaran dari para wisatawan. Desa Smurf sendiri menarik sejumlah pengunjung setiap tahunnya, meski merupakan properti pribadi.
Di masa lalu, para penduduk mengeluh kepada media lokal tentang serbuan para wisatawan. Akibatnya, para pemilik pun menutup pintu dan jendela mereka, serta membatasi pengambilan gambar di luar batas desa.
(eds/eds)