Dirjen Minerba Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan pemerintah ingin menambah kepemilikan sahamnya pada tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia di Papua.
"Keinginan pemerintah jika itu (menambah saham) menguntungkan bagi kita ya ingin, tapi apakah divestasi itu menjadi salah satu indikator?" jelas Thamrin saat ditemui di Jakarta, Rabu (28/9/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu menurut Thamrin, pihaknya akan mengajukan renegosiasi kepada Freeport dengan tujuan salah satunya adalah aturan divestasi saham bisa diterapkan.
"Dalam renegosiasi kan selalu terbuka pintu. Jadi itu selalu terbuka antara kita dan pihak kontraktor," ujar Thamrin.
Selain divestasi memang pemerintah juga mengejar soal kenaikan royalti emas dari Freeport yang saat ini cuma 1%. Padahal menurut aturan yang berlaku, minimal royalti yang diberikan untuk tambang adalah 3,75%.
Sampai saat ini pemerintah belum menemui kesepakatan renegosiasi kontrak tambang dengan Freeport dan Newmont. Karena masalah yang belum disetujui antara lain adalah royalti.
Seperti diketahui, kontrak karya Freeport ditandatangani pada tahun 1967 untuk masa 30 tahun terakhir. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi.
Pada tahun 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Dan pada tahun 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut 2 kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis pada tahun 2041.
Dalam laporan keuangannya di 2010, Freeport menjual 1,2 miliar pounds tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pound. Kemudian Freeport juga menjual 1,8 juta ounces emas dengan harga rata-rata di 2010 US$ 1.271 per ounce. Di 2011, Freeport menargetkan penjualan 1 miliar pounds tembaga dan 1,3 juta ounces emas.
General Superintendent Corporate Communications PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait sebelumnya mengatakan, selama ini pihaknya telah memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga merasa kontrak karya yang sudah ada tidak perlu diotak-atik lagi.
"Kami yakin bahwa kontrak kami cukup adil bagi setiap pihak dan menghasilkan kontribusi cukup besar bagi pemerintah, jika dibanding dengan negara penghasil utama bahan tambang lainnya di dunia," tutur Ramdani.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan renegosiasi kontrak karya pertambangan, sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya. Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
(dnl/hen)