Kemarahan Dahlan ditujukan kepada pihak PLN yang dipimpin Direktur Utama Nur Pamudji. Saking kesalnya, Dahlan meninggalkan rapat yang masih berlangsung.
"Saya marah sekali. Saya tinggalkan rapat. Itu ada direksi PLN dan Pertamina. Terutama PLN, ego sektoral luar biasa. Sampai negara tersandera. Sampai saya berapa kali gebrak meja," kata Dahlan di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (15/4/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita adakan terobosan. Bagaimana ini bisnis jalan, keduanya nggak dirugikan. Ketemu terobosan. Karena ini diselesaikan cara bisnis. Ditentukan IRR (intenal rate of return) yang dikehendaki bersama. Kemudian disepakati IRR 14%. Nah, penentuan IRR berdasarkan biaya proyek. Biaya proyek dengan IRR 14%, dinilai tinggi dan PLN dirugikan. Biaya proyek ditekan, tapi Pertamina dirugikan. Kemudian disepakati solusi kedua. Waktu itu sekarang siapa yang akan menilai biaya proyek ini mahal atau nggak," sebutnya.
Pasca mediasi, PLN dan Pertamina sepakat menunjuk konsultan internasional untuk menilai kelayakan investasi yakni menentukan IRR. Alhasil dipilihlah konsultan asal Selandia Baru. Setelah konsultan independen ini menilai, ternyata PLN tetap tidak bersedia mengikuti rekomendasi yang telah disepakati bersama.
"Ternyata keputusan SKM nggak mau. Ini masih dianggap kemahalan. Terus bagaimana? Saya marah sekali. Saya lebih marah ini dari hasil pemilu. Ini negara disandera," jelasnya.
Jika terjadi kesepakatan di dalam penentuan harga, maka energi listrik terbarukan bisa menjadi penopang sumber listrik masa depan Indonesia. Defisit listrik juga tidak akan terjadi.
"Tertunda terus akhirnya kita kekurangan listrik. Cita-cita bangun green energy, akan menyusut," jelasnya.
(feb/dnl)