Terkait dugaan distribusi ilegal beras Bulog, Gobel beralasan karena mulai awal Februari 2015 pemerintah dan Perum Bulog menghentikan OP beras Bulog ke para pedagang di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur. Bulog memilih mendistribusikan beras langsung ke pasar tradisional dan masyarakat dengan melibatkan Kodam Jaya.
"Setelah kita melakukan ini saya mandapat laporan beras masuk bukan dari gudang Bulog, ada beras Bulog masuk ke Cipinang, siapa yang masukin tuh barang. Ini ada nih," tegas Gobel yang mengenakan baju kemeja biru bernada serius di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Jumat (20/02/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanggal 2 Februari masuk 220 ton, tanggal 3 Februari masuk kembali 360 ton. Beras siapa nih bisa masuk? berarti ada permainan di sini. Ini yang mengatakan ada mafia beras," kata Gobel.
Setelah itu, beras Bulog kembali masuk ke Pasar Induk Cipinang pada 18 Februari 2015 sejumlah 60 ton. Gobel berkomitmen akan menindak siapapun oknum yang bermain.
"Namanya juga pedagang kalau mau untung. Sekarang mereka mau coba main-main sama pemerintah. Kalau begitu besok kita tindak. Ini yang mesti kita lakukan dan bersihkan mafia beras. Dimana itu mafianya ada," tekan Gobel.
Di tempat yang sama Dirut Perum Bulog Lenny Sugihat membenarkan apa yang diungkapkan Mendag Gobel. Pihaknya menegaskan tidak menerbitkan DO sehingga bisa dikatakan itu adalah beras ilegal.
"1.800 ton kia rekam dari tanggal 1 Februari 2015. Padahal tidak ada DO dari gudang kita. Itu beras yang dimiliki seseorang yang masuk ke pasar. Seharusnya DO itu diambil langsung dan dijual ke pasar, tidak boleh disimpan," kata Lenny.
Sebelumnya Bulog menghentikan penyaluran beras OP Bulog ke pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur mulai Februari 2015. Kebijakan baru ini muncul karena ada kasus pengoplosan beras di Cakung, karena ada dugaan beras OP Bulog tak disalurkan ke masyarakat namun dicampur dengan beras non Bulog, dan dijual dengan harga lebih mahal dari harga tebus ke konsumen Rp 7.400/Kg.
(wij/hen)