Kajian yang dilakukan oleh Batan tak kunjung membuahkan hasil karena sampai sekarang pun tidak ada satupun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang dibangun di Indonesia.
Batan sudah sejak lama memberikan lampu hijau bahwa proyek PLTN dapat dibangun untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Namun, pernyataan tersebut tak kunjung disambut baik oleh para pemangku kebijakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PLTN diperjuangkan lama tapi sampai sekarang belum berhasil. Batan sama Bappenas menginisiasi untuk membangun reaktor daya untuk pembangkit listrik kecil untuk menunjukan kepada masyarakat," jelas Kepala Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir Batan, Yarianto Sugeng Budi Susilo pada Seminar Nasional Thorium sebagai Sumber Daya Revolusi Industri di Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (24/5/2016).
Sehingga nantinya publik bisa menyaksikan sendiri besarnya manfaat nuklir sebagai alternatif energi selain bahan bakar fosil. Batan saat ini masih menunggu hasil kajian dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) untuk penilaian dari segi kemanan dan keselamatan nuklir.
"Untuk meyakinkan politisi itu sendiri. Saat ini sedang mengajukan izin tapak ke Bapeten untuk safety, security, dan safeguard. Sudah diajukan ke Bapeten tapi menunggu proses, harus komprehensif," kata Yarianto.
Potensi nuklir di Indonesia terbilang cukup banyak. Sedikitnya ada 63.000 ton uranium dan 130.000 cadangan thorium yang tersimpan di perut bumi. Besaran tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah seiring dengan eksplorasi nuklir.
"Uranium kita belum eksplore secara luas, yang sudah kecil-kecilan 63.000 ton. Kalau thorium 130.000 ton," terang Yarianto.
Di akhir tahun 1990an, isu pembangunan PLTN sempat berhembus di era pemerintahan Presiden Soeharto. Namun, rencana pembangunan PLTN tersebut tak terdengar lagi suaranya.
Hal ini disebabkan karena belum pahamnya masyarakat akan pemanfaatan energi nuklir. Nuklir masih dianggap sebagai momok yang menakutkan hingga mampu menyebabkan kecelakaan yang fatal.
Benar adanya, namun apabila pengelolaan energi nuklir dapat dikelola dengan baik maka potensi kecelakaan tersebut dapat ditekan seminimal mungkin.
"Namanya nuklir masyarakat masih memandang bom atom dan radiasi kebocoran, masih menjadi hantu di masyarakat. Di benak orang nuklir masih bahaya," tutur Yarianto.
Padahal sosialisai pemanfaatan energi nuklir sebagai energi yang murah juga telah dilakukan sejak lama. Pro dan kontra di negara maju lainnya juga tetap ada, namun semuanya kembali kepada pemangku kebijakan.
"Sosialisasi sudah dilakukan, memang tidak akan 100% orang mendukung di negara maju pun begitu," tutup Yarianto. (ang/ang)