Sunpride sendiri merupakan brand pisang yang diproduksi oleh PT Sewu Segar Nusantara, anak perusahaan Gunung Sewu Group yang memiliki perkebunan di Lampung.
Berbeda dengan pisang pada umumnya, pisang Cavendish ini terlihat memiliki daging yang lebih banyak serta tekstur kulit yang halus dan bersih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rahasianya pakai kultur jaringan dari induk. Disimpan di laboratorium sampai setahun, setahun lagi di polybag dan kemudian ditanam. Orang suka salah, tahunya ini pisang impor, disuntik, pakai obat atau lainnya. Sebenarnya karena pakai kultur jaringan," katanya ditemui di pameran Fruit Indonesia, Senayan, Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Berbeda dengan tunas yang biasanya tumbuh seperti tanaman pisang induk, kultur jaringan membuat sifat sifat genetik dari tanaman bisa direkayasa.
"Semacam proses genetika di laboratorium. Jadi harus punya laboratorium, kalau petani yang tanam belum bisa sebaik ini kualitasnya, kecuali memang bibitnya bagus dari sananya," terang Fatma.
Selain itu, pemeliharaan yang ketat selama setahun penanaman juga membuat kualitas pisang bisa terjaga dengan tingkat kematangan yang bisa diatur.
"Dari jantung sampai keluar bunga sudah dibungkus pakai kertas khusus. Sekali panen bisa 40 kilogram satu tandan. Panen memang setahun sekali, tapi karena lahan kita luas jadi bisa panen sepanjang tahun lewat pola tanam yang diatur. Pengiriman pun dilakukan saat masih hijau warnanya, begitu sampai pasar sudah matang sendiri," ujar Fatma.
Dia berujar, pisang Sunpride made ini Lampung ini sendiri perlahan bisa bersaing ketat dengan pisang asal Filiphina yang sudah sejak dulu mengandalkan pisang sebagai komoditas ekspor andalannya.
"Kalau bersaingan dengan Filipina sudah bisa. Paling banyak ekspor ke wilayah Timur Tengah, kemudian Jepang. Kalau dalam negeri pasarnya dari supermarket, minimarket, sampai pasar induk untuk dijual di pasar-pasar tradisional," ungkap Fatma. (hns/hns)