Maka revisi atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) harus mengantisipasi masalah ini. Impor minyak harus dipermudah demi menjaga ketahanan energi nasional.
Demikian diungkapkan Anggota Dewan Energi Nasional, Andang Bachtiar, dalam diskusi Krisis Energi, Mafia Migas, dan Revisi UU Migas di Bakoel Koffie, Jakarta, Senin (21/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, harus disiapkan badan khusus yang menangani impor minyak. Tugas mengurusi impor minyak itu akan menjadi sangat vital dan butuh konsentrasi, maka fungsi ini perlu badan khusus.
"Harus ada badan atau kelembagaan khusus yang menangani impor minyak. Di 2025 sudah 3 kali lipat impor minyak kita kalau berdasarkan KEN, walaupun eksplorasi sudah didorong," paparnya.
Badan khusus itu, sambungnya, tak harus Pertamina atau badan di luar Pertamina. Yang penting harus ada badan khusus yang mengurusi impor minyak.
"Apakah Pertamina, badan di bawah Pertamina, atau BUMN khusus, saya kasih warning saja. Tapi harus masuk dalam agenda," tukas Andang.
Selain menyiapkan badan khusus yang mengurusi impor minyak, UU Migas juga harus mendorong National Oil Company (NOC) untuk mencaplok blok-blok migas di luar negeri dalam rangka mengamankan pasokan migas ke dalam negeri.
Produksi migas dari ladang-ladang di luar negeri itu harus dibawa pulang untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu anak usaha Pertamina, yaitu PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP)
"UU Migas harus mengarahkan perusahaan-perusahaan nasional yang mengakuisisi blok-blok migas di luar untuk ditarik produksinya ke dalam negeri, seperti Petronas. Harus kayak gitu, harus diarahkan untuk ketahanan energi nasional," tegasnya. (dna/dna)