Lantas, Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Bareskrim Polri berupaya mengungkap persoalan ini. Hasilnya, ada permainan di tingkat pengepul alias tengkulak cabai.
"Harga cabai ini bisa naik, tapi ditentukan, di kumpulkan oleh pengepul, dia menentukan harga tinggi sekali yang masuk ke pabrik, sama dia ditentukan harganya cabai tinggi, karena pabrik kalau tidak produksi akan rugi kan," kata Wakabareskrim Irjen Antam Novambar di gedung Surachman lantai 3, komplek Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Medan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kasubdit I Dittipideksus (Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus) Bareskrim Polri, Kombes Hengki Haryadi, menjelaskan pengungkapan kasus ini diawali dari informasi masyarakat. Menurut informasi, pengepul bersepakat menetapkan harga cabai ini tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
"Kami melakukan penyelidikan sampai pemeriksaan penyidikan kita urut dari wilayah Jawa Timur, kita temukan cabai ini seharusnya ke pasar induk parameternya Kramat jati, sebagai parameter harga, seharusnya ke pasar induk, ini lari ke beberapa perusahaan. Cocok dengan fenomena yang berada di lapangan, cabai ini lari ke beberapa perusahaan karena harga cabai sangat tinggi," ungkap Hengki.
![]() |
"Kita adakan pemeriksaan beberapa tersangka, kami tentukan dua tersangka, karena yang bermain adalah pengepul, yang seharusnya lari ke pasar induk, hubungan sebab akibat ya penyelidikan kami harusnya ada 50 ton ke pasar, ini 80% berkurang lari ke perusahaan," sambungnya.
Dalam kasus ini ditetapkan dua orang tersangka selaku pengepul cabai dengan inisial SJN dan SNO. Keduanya akan dikenakan hukuman sesuai Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dan Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan. (hns/hns)