Wilayah Asean yang diisi oleh negara-negara berkembang perlu mencari cara agar bisa tetap tumbuh mengingat wilayah ini pernah didera pukulan yang cukup kuat saat krisis global beberapa waktu lalu.
"Dua dekade yang lalu, ASEAN mengalami krisis keuangan yang berat. Depresiasi valuta, pertumbuhan daerah-daerah kumuh, dan penyebaran inflasi yang merata di seluruh dunia. Krisis juga membuat instabilitas di sektor keuangan. Bahkan ini menimbulkan emosi keresahan sosial dan partisan karena kepercayaan masyarakat berkurang," kata Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo dalam acara High Level International Seminar di Gedung Thamrin Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (28/4/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Masa Sulit Ekonomi RI Sudah Lewat |
Pukulan penuh krisis bahkan membawa Indonesia dan Thailand masuk ke program penanganan oleh International Monetary Fund (IMF). Dengan krisis tersebut, ASEAN sebagai daerah yang menderita setiap kerugian tidak hanya dalam kinerja ekonomi, tapi juga di pasar global.
"Tumpahan efek berlebihan dalam krisis menjadi efek yang paling terasa dan telah memainkan peran besar. Oleh karena itu pada waktu itu, ASEAN nampak sebagai kelompok ekonomi yang rapuh," ucapnya.
Namun demikian, menurut Agus, pasca krisis, negara-negara Asean saat ini melakukan restrukturisasi yang cepat untuk bisa pulih. Ekonomi negara-negara Asean berhasil bangkit memperbaiki struktur ekonominya dengan cepat.
Rata-rata, Asean tumbuh 5,5% per tahun dalam 15 tahun terakhir. Lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,9%. Nilai perdagangan Asean sebagai bagian dari nilai perdagangan dunia meningkat menjadi 6,9% pada tahun 2015.
Menurut Agus, nilai perdagangan yang terus meningkat mengindikasikan adanya perubahan struktur perubahan di kawasan di mana ekonomi menjadi lebih terbuka. Begitu juga dengan investasi, dengan realisasi rata-rata, investasi asing langsung di ASEAN masing-masing sebesar US$ 121,9 miliar per tahun. Dalam rentang tahun 2007 sampai 2015 meningkat secara signifikan sekitar US$ 29,8 miliar per tahun.
"Wilayah ini cepat belajar dari pengalaman buruk. Asean berusaha untuk mendapatkan kembali kepercayaan domestik dan internasional dan sekarang kawasan ini telah pulih kembali dengan pertumbuhan yang sehat dan sektor keuangan yang stabil," pungkasnya.
Dalam situasi sekarang, juga adanya tekanan politik dari pemilu yang juga tengah berlangsung di sejumlah negara-negara ekonomi besar di Eropa. Menurutnya, sifat kompleks dari lingkungan ekonomi global yang ada saat ini, menjadi penting bagi pembuat kebijakan untuk berhati-hati mengambil langkah guna memastikan pertumbuhan yang ada tetap menguntungkan setiap lapisan masyarakat.
"Terutama masalah mendasarnya, seperti bagaimana meningkatkan produktivitas dan menangani populasi mesin," sambung Agus. (mkj/mkj)











































