Penyerahan LHP atas LKPP tahun 2016 disampaikan langsung oleh Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara dalam Rapat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan.
Di hadapan para anggota DPR, Moermahadi mengatakan, pemerintah telah menyampaikan LKPP (unaudited) tahun 2016 kepada BPK pada 29 Maret 2017. Selanjutnya BPK memeriksa LKPP dalam dua bulan setelah menerima.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, Moermahadi mengatakan, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP 2016.
"Opini ini, menjadi yang pertama kali diperoleh pemerintah pusat, setelah 12 tahun menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa LKPP sejak 2014," tambahnya.
Dari hasil pemeriksaan BPK atas LKPP tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan 84 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).
Dari total pemeriksaan, 74 LKKL-LKBUN) atau 84% mendapat opini WTP. Opini WTP atas 74 LKKL-LKBUN tahun 2016 ini mempengaruhi secara positif kewajaran LKPP 2016. Sedangkan yang mendapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sebanyak 8 LKKL atau 9%, yaitu pada Kemenhan, Kemen LHK, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN, KPU, Badan Informasi Geopasial, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan LPP RRI.
Sedangkan yang Tidak Menyatakan Pendapat sebanyak 6% LKKL atau 7%, yaitu pada Kementerian KKP, Komnasham, Kemenpora, LPP TVRI, Bakala, dan Badan Ekonomi Kreatif.
Moermahadi menyebutkan, dalam melakukan pemeriksaan LKPP tahun 2016 terdapat temuan-temuan atas pengendalian intern. Pertama, sistem informasi penyusunan LKPP 2016 yang belum terintegrasi. Kedua, pelaporan saldo anggaran lebih serta pengendalian piutang pajak dan penagihan sanksi administrasi pajak berupa bunga dan/atau denda belum memadai, dan adanya inkonsistensi tarif PPh migas. Ketiga, penatausahaan persediaan, aset tetap, dan aset tak berwujud belum tertib. Keempat, pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai.
Kelima, pertanggungjawaban kewajiban pelayanan publik kereta api belum jelas. Keenam, penganggaran DAK fisik bidang sarana prasarana penunjang dan tambahan DAK belum memadai. Ketujuh, tindakan khusus penyelesaian aset negatif dana jaminan sosial kesehatan belum jelas.
BPK juga mengungkapkan temuan-temuan pemeriksaan kepatuhan terhadap ketentuan UU, pertama pengelolaan PNBP dan piutang bukan pajak pada 46 kementerian/lembaga belum sesuai ketentuan. Lalu, pengembalian pajak tahun 2016 senilai Rp 1,15 triliun tidak memperhitungkan piutang pajaknya senilai Rp 879,02 miliar. Lalu, pengelolaan hibah langsung berupa uang/barang/jasa senilai Rp 2,85 triliun pada 16 K/L tidak sesuai ketentuan. Lalu, penganggaran pelaksanaan belanja senilai Rp 4,92 triliun belum memadai.
Meski mendapat opini WTP, kata Moermahadi, LKPP tahun 2016 tetap perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah mengenai rekomendasi BPK atas temuan sistem pengendalian intern dan kepatuhan. Tindak lanjut rekomendasi tersebut penting bagi pemerintah sehingga penyajian pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tahun mendatang akan baik.
"Kami juga memohon bantuan pimpinan dan anggota dewan yang terhormat untuk terus mendorong pemerintah pusat dalam rangka perbaikan tanggung jawab pelaksanaan APBN," tukasnya. (mkj/mkj)