Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengaku sangat gembira karena aturan ini sudah sangat dinantikan oleh para investor di sektor hulu migas. PP 79/2010 sudah diprotes oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sejak 6 tahun lalu. Diharapkan PP 27/2017 bisa membuat sektor hulu migas Indonesia lebih atraktif.
"Saya rasa ini sebuah lompatan besar bahwa akhirnya revisi PP 79 bisa kita keluarkan. Pemerintah sekarang mendengar apa kesulitan mereka (KKKS/investor) untuk melakukan kegiatan, baik itu eksploitasi maupun eksplorasi," kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (5/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada pembebasan atas Bea Masuk impor barang yang digunakan dalam operasi perminyakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN Barang Mewah, dan sebagainya.
Di tahap eksploitasi alias produksi migas, bagian (split) yang diperoleh kontraktor juga bisa dibebaskan dari berbagai pajak. Pajak yang dihapus misalnya Bea Masuk impor, PPN, PPN BM, dan sebagainya.
"Ini bukan assume and discharge, tapi it is the same degree, ada perlakuan perlakuan pajak yang khusus untuk industri oil and gas, tidak bisa diberlakukan aturan perpajakan umum. Ini adalah aturan perpajakan untuk industri oil and gas. Ada perlakuan perlakuan khusus untuk perpajakan usaha migas," paparnya.
Tapi PP 27/2017 ini baru mengatur pembebasan pajak untuk Production Sharing Contract (PSC) dengan skema cost recovery. Perpajakan untuk PSC skema gross split belum diatur.
Arcandra mengatakan, pemerintah akan segera menerbitkan PP yang mengatur perpajakan untuk PSC skema gross split. Isinya kurang lebih serupa dengan PP 27/2017 ini, ada pembebasan berbagai pajak sehingga split yang diterima kontraktor tak terpotong.
"Draft-nya sudah ada. semoga bulan ini kita harapkan sudah keluar PP perpajakan khusus gross split yang hampir comparable dengan PP 27," tutupnya. (mca/dna)