Estimasi total nilai investasi seluruh proyek dan program PSN saat ini pun bertambah dari Rp 3.064 triliun menjadi Rp 4.197 triliun. Lantas, dari mana pendanaan yang akan diandalkan pemerintah untuk merealisasikan proyek-proyek tersebut?
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian, sekaligus Ketua Komite Percepatann Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Wahyu Utomo, menjelaskan proyek-proyek strategis nasional tersebut membutuhkan pendanaan yang berasal dari tiga sumber, yakni APBN, BUMN/D, dan juga swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasarkan kemampuan APBN kita, itu hanya Rp 525 triliun yang bisa kita gunakan. Sisanya dari BUMN Rp 1.258 triliun, dan swasta Rp 2.414 triliun," kata Wahyu, dalam Media Gathering di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Pendanaan non APBN semakin dibutuhkan lantaran realisasi pendanaan untuk PSN yang telah berlangsung hingga saat ini juga sebagian besar berasal dari swasta. Realisasi pendanaan PSN hingga akhir 2016 lalu, 67% berasal dari swasta, yakni Rp 339 triliun. Sedangkan porsi APBN yang paling kecil yakni Rp 77,9 triliun dan BUMN/D Rp 88,3 triliun. Porsi ini diproyeksi akan terus bertahan hingga 2019 mendatang.
Adapun kebutuhan investasi proyek-proyek strategis nasional ini didominasi oleh sektor energi. Dengan 12 proyek di bidang energi yang masuk dalam PSN, jumlah investasinya mencapai Rp 1.242 triliun. Disusul oleh sektor ketenagalistrikan (program 35 ribu MW) sebesar Rp 1.035 triliun, sektor jalan Rp 684 triliun, kereta Rp 613 triliun, dan pengembangan kawasan Rp 290 triliun.
"Yang kami kunci, ini semua pembangunannya harus dimulai 2018. Memang ada beberapa proyek yang harus financial closing pas 2019, tapi kami harap seluruh proyek sudah dimulai dan juga ada yang bisa selesai di 2018," tukas Wahyu. (wdl/wdl)