"Itu karya para insinyur Rusia," kata Direktur Bina Teknik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat P Subagyo kepada Dana Aditiasari dari Detik beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Membangun jalan di atas lahan gambut tentu tidak mudah, tidak murah, dan butuh waktu lama. Sebab gambut harus dikeruk habis lalu ditimbun dengan batu-batu dan pasir. "Karena ditimbun, ada konsolidasi (penguatan) struktur tanah makanya struktur jalannya kuat. Untuk di jalur itu gambutnya tak terlalu tebal," kata Subagyo.
Toh begitu, pengerjaan fondasi jalan yag lebih popular dengan sebutan 'Jalan Rusia' itu baru rampung pada 17 Desember 1962. Itu pun cuma 34 kilometer dari 175 kilometer yang direncanakan melewati Parenggean, Sampit, Pangkalan Bun, lalu Palangkaraya.
Penyebab utama dihentikannya proyek tersebut utamanya adalah pergantian rezim dari Sukarno ke Orde Baru oleh Soeharto. Para insinyur Rusia langsung hengkang ke negara asal mereka, sementara para pekerjanya memilih bersembunyi karena takut dikaitkan dengan komunis ataupun Sukarno.
Kini, ketika Palangka Raya kembali disebut sebagai alternatif menjadi ibu kota pengganti Jakarta, di media sosial riuh menyebut China sebagai pihak yang bakal terlibat. Sebelum menjadi isu liar yang tak tak jelas juntrungannya, Menko Maritim Luhut B. Panjaitan tegas menampiknya. Pemerintah Indonesia, kata dia, mampu melakukannya secara mandiri.
"Enggak ada urusan China mengurusi ibu kota kita. Enggak ada itu. Memang kau pikir negeri ini miskin, kaya negeri ini," tegasnya menjawab wartawan, Rabu (5/7/2017).
(jat/wdl)